"Kata kompromi adalah kebalikan dari apa yang sebenarnya terjadi ... seperti pelecehan dan penggunaan kekerasan dan penggunaan hukum," jelasnya.
Sementara itu, pihak Istana tidak memberikan komentar resmi atas protes yang dimulai dengan meminta pengunduran diri Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha sebelum akhirnya melanggar tabu yang telah lama ada dengan menyerukan pembatasan kekuasaan raja.
Para pengunjuk rasa ingin membalikkan perubahan yang memberi raja kendali pribadi atas beberapa unit tentara dan kekayaan istana yang bernilai puluhan miliar dolar.
Reuters memberitakan, mereka mengkritik aksi raja yang lama tinggal di Jerman sebagai pemborosan dan menuduh monarki memungkinkan dominasi militer selama beberapa dekade dengan menerima kudeta seperti yang terjadi ketika Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mengambil alih kekuasaan pada tahun 2014.
Protes terbesar ini telah menarik puluhan ribu orang untuk turun ke jalan. Tidak ada perkiraan resmi untuk kerumunan hari Minggu.
Jurnalis Reuters memperkirakan jumlahnya lebih dari 10.000.
Pemimpin royalis Warong Dechgitvigrom, yang telah berusaha mengumpulkan orang untuk melawan para pengunjuk rasa, mengatakan raja telah menyuruhnya untuk "membantu menyebarkan kebenaran".
Pemerintah Prayuth melarang aksi protes bulan lalu dan menangkap banyak pemimpin terkenal, tetapi kebijakan darurat dibatalkan setelah hal itu menjadi bumerang dengan menarik lebih banyak orang ke jalan-jalan Bangkok.