Follow Us

Wartawan Rendah Hati Hingga Jadi Orang Tajir di Tanah Air, Ternyata Jakob Oetama Meninggal Dunia Karena Penyakit Ini

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Rabu, 09 September 2020 | 14:29
Jakob Oetama.
Arsip Kompas Gramedia

Jakob Oetama.

Duet Jakob dan Ojong sepakat untuk melahirkan majalah berlandaskan kemanusiaan, yang berisi saripati ilmu pengetahuan dan teknologi dunia.

Selain itu, Intisari dibuat sebagai pandangan politik keduanya yang menolak belenggu terhadap masuknya informasi dari luar.

Intisari dimaksudkan untuk menjadi pendobrak politik isolasi yang dilakukan pemerintahan Soekarno saat itu. Namun, bukan dengan tulisan yang menyerang, melainkan "tedeng aling-aling".

Baca Juga: Ingat Daeng Koro? Mantan Kopassus TNI AD Jadi Teroris Usai Dipecat, KSAD Andika Perkasa Diminta Timbang Lagi Keputusannya

Ojong dan Jakob merasa perlu hadirnya media yang memuat artikel yang membuka mata dan telinga masyarakat.

Sebuah media yang kaya dengan gaya human story, penuh nilai kemanusiaan. Namun, kehadiran Intisari tampaknya belum cukup.

Sebab, beberapa tahun kemudian duet Jakob-Ojong melahirkan koran yang dimaksudkan dapat menjadi alternatif, pilihan lain dari banyaknya media partisan yang terbentuk akibat kondisi politik pasca-Pemilu 1955 itu. Kelak, koran itu dikenal dengan nama Kompas.

Jakob Oetama dan Pollycarpus Swantoro
Kompas.com

Jakob Oetama dan Pollycarpus Swantoro

Dampak polarisasi politik

Dikutip dari buku Syukur Tiada Akhir (2011), kehadiran Kompas berawal dari situasi politik yang terbilang tegang dan begitu terpolarisasi ketika itu.

Setelah keluarnya Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, setidaknya ada tiga kekuatan politik besar.

Pertama, adalah Presiden Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi. Dekrit Presiden menyebabkan konsolidasi kekuasaan dan politik terpusat kepada Bung Karno, yang menjalankan praktik demokrasi terpimpin.

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Latest