Follow Us

Terungkap Alasan Mantan Presiden Kita Sengaja Hapus Jabatan Wakil Panglima TNI. Kini, Posisi Ini Dihidupkan Lagi oleh Jokowi

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Sabtu, 09 November 2019 | 13:04
Kostrad TNI AD
Tribunnews.com

Kostrad TNI AD

Fotokita.net - Jabatan wakil panglima TNI sendiri bukanlah posisi baru. Jabatan ini pernah ada, tetapi dihapuskan oleh Presiden ke-4 Indonesia, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Jenderal TNI terakhir yang menjabat posisi tersebut saat itu adalah Fachrul Razi, yang kini menjabat sebagai Menteri Agama.

Bukan kali ini saja rencana menghidupkan kembali jabatan Wakil Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) muncul.

Baca Juga: Pidatonya Soal Pemangkasan Birokrasi Tuai Puja-puji, Kini Jokowi Justru Dapat Kritik Pedas Gara-gara Hidupkan Jabatan Ini

Pada 2015 lalu, wacana serupa juga sempat dicetuskan oleh mantan Panglima TNI Jenderal Moeldoko yang kini menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan.

Kini, jabatan Wakil Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) kembali dihidupkan oleh Presiden Joko Widodo.

Melalui Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia yang ditandatangani Jokowi, jabatan itu dihidupkan.

Lantas, apa alasan Gus Dur menghapuskan posisi wakil panglima TNI pada masa berkuasanya?

Menteri Agama Fachrul Razi
Tribunnews.com

Menteri Agama Fachrul Razi

Bukan kali ini saja rencana menghidupkan kembali jabatan Wakil Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) muncul.

Pada 2015 lalu, wacana serupa juga sempat dicetuskan oleh mantan Panglima TNI Jenderal Moeldoko yang kini menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan.

Saat itu, Moeldoko mengklaim, gagasannya terkait reorganisasi TNI disetujui Jokowi sepanjang dilakukan secara bertahap.

"Masalah reorganisasi, di antaranya ada wakil panglima TNI. Diharapkan, wakil penglima TNI itu, kalau tidak ada panglima TNI, dia bisa action," kata Moeldoko di Istana Kepresidenan, 17 Maret 2015 silam.

Baca Juga: Tak Punya Jalur Komando yang Rapi dan Sering Bertindak Sendiri-sendiri, Lantas Kenapa KKB Papua Sulit Ditumpas TNI - Polri?

Jokowi hidupkan kembali jabatan Wakil Panglima TNI.
Rizal Bomantama /Kompas.com (Wisnu Widiantoro)

Jokowi hidupkan kembali jabatan Wakil Panglima TNI.

Namun rencana itu penambahan jabatan itu justru dipertanyakan. Pasalnya, posisi wakil panglima TNI dinilai tidak diwajibkan di dalam undang-undang.

Selain itu, dalam hal kegiatan operasional, panglima TNI juga sudah dibantu oleh beberapa asisten dan kepala staf. Bahkan, penambahan jabatan tersebut dinilai berpotensi menimbulkan tumpang tindih di dalam institusi TNI.

"Mubazir posisi wakil panglima TNI, malah berpotensi tumpang tindih tupoksi, tidak efektif dan efisien organisasinya," kata mantan Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq, pada 18 Maret 2015.

Mobil Toyota Alphard milik Prabowo Subianto digunakan saat Kunjungan Kerja di Mabes TNI
Twitter/@Prabowo

Mobil Toyota Alphard milik Prabowo Subianto digunakan saat Kunjungan Kerja di Mabes TNI

Tak selang berapa lama, Moeldoko kemudian melayangkan konsep keputusan presiden kepada Jokowi.

Saat itu, ia meyakini, bila pada pertengahan tahun jabatan tersebut segera terisi.

Namun, pada saat bersamaan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) yang saat itu masih dijabat Tedjo Edhy Purdijatno menilai, belum ada urgensi untuk menambah jabatan baru di tubuh TNI.

Memang, sebelumnya Tedjo sempat mempertimbangkan keberadaan wakil panglima. Namun setelah dikaji dan dianalisis efektivitasnya, jabatan tersebut belum terlalu penting untuk dibentuk.

Baca Juga: Unggah Foto Bareng AHY Semasa Dinas di TNI, Denny Cagur Tuai Komentar. Salah Satunya, Annisa Pohan yang Bereaksi Begini...

Kopassus
Tribun Jambi

Kopassus

"Kan selama ini ada Kasum (Kepala Staf Umum) panglima atau kepala staf matra TNI yang ditunjuk menggantikan panglima. Jadi, ya belumlah," kata Tedjo pada 9 Juni 2015.

Hingga akhirnya Moeldoko pensiun dan jabatannya digantikan oleh Jenderal Gatot Nurmantyo. Jabatan baru itu tak kunjung terisi.

Bahkan, Kementerian Pertahanan meminta adanya penambahan sejumlah substansi untuk dimasukkan di dalam draf peraturan presiden.

Baca Juga: Lagu Metallica Favorit Jokowi Diputar, Tim Pesawat Aktrobatik Kebanggaan TNI AU Ini Gelar Aksi Cantik di Depan Sang Presiden. Selamat Hari Jadi TNI!

Namun, substansi apa yang dimaksud tidak pernah dijelaskan. Hingga akhirnya Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto memastikan draf perpres tak akan selesai Juli 2015.

"Kemenhan memberikan saran substansi tentang perpresnya. Kami di Setkab menyarankan agar Kementerian Pertahanan menginisiasi pertemuan lintas kementerian untuk membahas usulan dari Kemenhan itu," kata Andi pada 15 Juli 2015. Wacana wakil panglima pun menguap.

Sat-81 Kopassus
Kaskus

Sat-81 Kopassus

Sesaat setelah dilantik untuk periode kedua, Jokowi sempat menyatakan bahwa keberadaan eselon I hingga IV di kementerian/lembaga terlalu banyak. Ia ingin struktur tersebut disederhanakan.

"Eselon I, eselon II, eselon III, eselon IV, apa tidak kebanyakan? Saya minta untuk disederhanakan menjadi dua level saja, diganti dengan jabatan fungsional yang menghargai keahlian, menghargai kompetensi," kata Jokowi saat menyampaikan pidato di Kompleks Parlemen, Minggu (20/11/2019).

Tidak tanggung-tanggung, Jokowi menyebut penyederhanaan birokrasi harus terus dilakukan secara besar-besaran.

Baca Juga: Jadi Pengganti Susi Pudjiastuti di KKP, Orang Dekat Prabowo Ini Ternyata Pernah Dipecat dari Akademi TNI!

Prosedur yang panjang harus dipotong dan birokrasi yang panjang harus dipangkas.

Tak lama kemudian, Jokowi justru mengangkat 12 wakil menteri untuk membantuk kinerja para menteri yang sebelumnya dilantik.

Mulai dari wakil menteri pertahanan, agama, BUMN, luar negeri, dan perdagangan. Kemudian, wakil menteri ekonomi, PUPR, pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi, lingkungan hidup dan kehutanan, agraria dan tata ruang, serta pariwisata dan ekonomi kreatif.

Bahkan, ada wacana untuk menambah jabatan wakil menteri lainnya untuk membantu Nadiem Makarim menangani soal pendidikan dan kebudayaan.

Terbaru, Jokowi meneken Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Di dalam perpres itu disebutkan, unsur pimpinan TNI terdiri atas panglima dan wakil panglima TNI.

Kostrad TNI AD, pasukan elite Indonesia
Tribunnews

Kostrad TNI AD, pasukan elite Indonesia

Langkah Presiden pun dikritik karena dianggap kontradiktif. Alih-alih ingin merampingkan struktur organisasi dan lembaga, Jokowi justru membuatnya semakin gemuk.

"Yang menjadi pertanyaan publik kemudian adalah kenapa justru Presiden membuat jabatan politik menjadi gemuk. Tidak sesuai dengan semangat debirokratisasi," kata anggota Komisi I dari Fraksi PKS Sukamta saat dihubungi, Kamis (7/11/2019).

Baca Juga: Pernah Terlibat dalam Pertempuran Sengit, Jenderal TNI Ini Kisahkan Bagaimana Dia Teteskan Air Mata Saat Berjumpa Kembali dengan Bekas Musuhnya

Sesuai dengan aslinya, Batalyon Infantri Lintas Udara 503 Kostrad, tidak ada masalah bagi Kontingen Garuda XII untuk diterbangkan dalam beberapa sorti.
RENE L PATTIRADJAWANE

Sesuai dengan aslinya, Batalyon Infantri Lintas Udara 503 Kostrad, tidak ada masalah bagi Kontingen Garuda XII untuk diterbangkan dalam beberapa sorti.

Ia pun mengingatkan, seharusnya penambahan jabatan didasarkan pada UU yang berlaku. Namun, jabatan baru ini dinilai tak sesuai dengan UU yang ada.

Presiden Republik Indonesia ke-4 Abdurrahman Wahid menjadi presiden terakhir yang pernah memiliki jabatan Wakil Panglima TNI.

Pada tahun 2000, jabatan wakil Panglima TNI dihapuskan oleh Gus Dur, panggilan akrab Abdurrahman Wahid.

Dengan demikian, jabatan itu hanya bertahan selama dua tahun sejak diaktifkan kembali oleh Presiden BJ Habibie pada tahun 1999.

Baca Juga: Jokowi Beri Titah, Akankah TNI Hukum Serdadu yang Diduga Berbuat Rasis Pada Mahasiswa Papua?

Marsekal Muda Budhy Santoso yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Militer mengatakan, alasan Gus Dur menghapus jabatan Wakil Panglima TNI itu sebagai upaya perampingan dan efisiensi di jajaran TNI.

"Lagi pula, selama ini jabatan Wakil Panglima TNI belum ada di dalam struktur organisasi TNI," kata Budhy seperti dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 21 September 2000.

Keputusan penghapusan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 65/TNI/2000 tangal 20 September 2000 yang ditandatangi oleh Presiden Abdurrahman Wahid.

Dengan keluarnya Keppres itu, Jenderal Fachrul Razi yang menjabat sebagai Wakil Panglima TNI pun diberhentikan dengan hormat dari jabatannya.

(Ilustrasi) 74 tahun TNI, kekuatan militer Indonesia setingkat di atas Israel
Tribunnews.com

(Ilustrasi) 74 tahun TNI, kekuatan militer Indonesia setingkat di atas Israel

Dalam Keppres juga disebutkan bahwa Presiden Abdurrahman Wahid menyampaikan terima kasih atas tugas yang telah diemban oleh Fachrul Razi.

Dua hari sebelumnya, Gus Dur juga telah mendapat perhatian publik setelah memberhentikan dengan hormat Kepala Polri Jenderal (Pol) Rusdihardjo yang belum genap satu tahun menjabat.

Penghapusan jabatan Wakil Panglima TNI itu pun menuai banyak komentar. Marsekal Muda Graito Usodo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Pusat Penerangan TNI mengatakan bahwa jabatan Wakil Panglima TNI dalam struktur organisasi Markas Besar TNI diperlukan.

Meski demikian, Mabes TNI di Cilangkap akan menindaklanjutinya karena sudah diputuskan Presiden.

Baca Juga: Deretan Foto Humanis Polri - TNI Saat Aksi 22 Mei, Salat Tanpa Alas di Jalanan Hingga Santap Berbuka Bersama

Sementara itu, Akbar Tandjung yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR menilai tindakan Gus Dur untuk menghapus Wakil Panglima TNI bisa dipahami.

Menurutnya, keputusan itu sepenuhnya hak prerogatif Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi atas angkatan perang.

"Fungsi Wakil Panglima TNI itu belum begitu tampak, sehingga mungkin itu pulalah yang menjadi salah satu pertimbangan Presiden menghapuskan lembaga tersebut," kata Tandjung.

"Gus Dur menganggap lembaga itu tidak dibutuhkan lagi. Jadi, terserah Gus Dur sajalah sebagai panglima tertinggi atas angkatan bersenjata kita," sambungnya.

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hermawan Sulistyo mengatakan ada nuansa politik di balik pemberhentian itu.

Menurut Hermawan, Fachrul Razi dianggap mewakili kubu TNI yang kurang memberikan dukungan bagi Presiden. Ia menilai keputusan itu didukung oleh kalangan perwira ke bawah.

"Kebanyakan yang saya tahu, mereka gemes karena perwira tingginya tak ada yang bertanggung jawab. Sikap sebagai perwira itu tak ada. Kalau retak di atas mungkin iya, karena jenderal semua sudah terpolitisasi," kata Hermawan, dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 23 September 2001. (Sumber: Kompas.com/Fitria Chusna Farisa, Ihsanuddin, Sabrina Asril, Indra Akuntono)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest