Hingga Senin (23/09), polisi sudah menetapkan sembilan perusahaan sebagai tersangka kebakaran hutan dan lahan.
"Untuk jumlah tersangka korporasi ada sembilan tersangka. Bareskrim menetapkan PT AP sebagai tersangka," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo di Jakarta, Senin kemarin, seperti dikutip Kompas.com.
Sementara itu, hampir 300 individu juga ditetapkan sebagai tersangka, di mana 79 di antara mereka berasal dari Kalimantan Tengah.
Sumarni menganggap masyarakat adat Dayak 'dikorbankan' dalam kasus karhutla.
"Sebagai masyarakat adat, sebagai pemuda adat, kami merasa kenapa kami yang dikambing hitamkan? Padahal kami yang berjuang keras untuk menjaga hutan-hutan kami, melindungi apa yang tersisa," tuturnya.
Amarah itu belakangan ia salurkan dengan terlibat dalam kegiatan sosial kelompok Youth Act Kalimantan, di mana ia kini menjadi koordinatornya. Ia ingin memberikan sumbangsih nyata untuk melindungi hutan dan komunitasnya.
"Kita mau bersuara dan kami juga melakukan sesuatu. Kita bukan hanya komplain, tapi kami melakukan aksi nyata di lapangan, dan kami ingin melindungi rumah kami, Kalimantan," bebernya.
Delapan jam sehari Sumarni ikut memadamkan api ke lokasi kebakaran hutan dan lahan di Palangkaraya. Ia akan memulai hari dengan mengikuti pengarahan di kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Palangkaraya, sebelum akhirnya meluncur ke lokasi bersama tim relawan dan Taruna Siaga Bencana.
Masker khusus, kacamata, dan sepatu bot setidaknya harus ia kenakan setiap bersentuhan dengan titik api.
"Waktu hari pertama padamin api, itu apinya besar sekali dan nggak pakai safety (perlengkapan keamanan)," tuturnya.
"Hari selanjutnya saya sakit semingguan, karena ternyata tidak semudah yang kita kira. Memadamkan api itu asapnya bikin mata sakit, terus asapnya bikin kita susah bernapas, sakit, segala macam."