Brooks memainkan drama itu dalam konteks sejarahnya, meski juga menampilkan para pengecap itu sebagai remaja perempuan kontemporer.
Para perempuan muda itu menari dalam iringan musik pop, berpose swafoto, tapi menggunjingkan sosok seperti Frank Sinatra, Clark Gable, dan - dengan muak - Hitler itu sendiri.
Mereka berbincang layaknya gadis-gadis lembah California, memanggil satu sama lain dengan istilah 'girlfriend' atau 'loser'. Mereka juga mengeluarkan ragam kebencian terhadap orang-orang Yahudi.
"Saya melihat sejumlah gadis ber-selfie dan memperhatikan niat mereka untuk membuat swafoto yang sempurna.
"Saya lantas tersadar bahwa mereka tak berbeda dengan perempuan muda (para pengecap makanan Hitler). Tak ada pengecualian kecuali latar waktu," kata Brooks tentang keputusannya membuat perspektif ganda untuk teaternya itu.
"Saya tidak ingin karakter-karakter ini menjadi sekelompok orang dengan kisah abu-abu dalam sejarah. Saya ingin mereka dilihat dalam konteks kekinian," ujar Brooks.
Drama teater ini menampilkan bab yang ganjil dalam sejarah Perang Dunia II. Brooks menggunakannya untuk memperlihatkan pengalaman umum remaja perempuan, walau terjadi dalam lingkungan dengan ancaman kematian besar.
Namun, kehidupan baru terasa berarti bagi para perempuan muda saat mereka menghadapi setiap suapan yang penuh bahaya. Situasi itu juga begitu banal dan membosankan.