Jati mengatakan perbedaan data merupakan hal lumrah. Adapun, koordinasi lintas negara Asia Tenggara soal asap karhutla masih terus berjalan.
"Kita punya data, Malaysia punya data. Jadi silakan masing-masing menyajikan," ujar Jati via telepon.
"Penyebaran asap bisa saja terjadi, tapi tanggal 7 dan 8 September, dari pantauan satelit, arah angin tidak ke sana."
"Kerja sama pasti dilaksanakan, komunikasi terus dilakukan lewat mekanisme transbondary haze pollution (polusi kabut lintas batas)," kata Jati.
Pasal 12 dalam Perjanjian Kerja Sama Kabut Asap Lintas Batas ASEAN mengatur mekanisme permintaan bantuan penanggulangan kebakaran hutan. Suatu negara juga dapat berinisiatif mengajukan asistensi.
Ketimbang berdebat dan membantah soal kabut asap antarnegara, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendesak pemerintah mengambil sikap tegas terhadap berbagai perusahaan yang lahan konsesinya terbakar.
Peneliti Walhi, Wahyu Perdana, menyebut pemerintah semestinya juga segera melaksanakan putusan Mahkamah Agung yang mewajibkan pembangunan fasilitas medis khusus korban karhutla di Kalimantan.
"Kemungkinan asap sampai ke Malaysia itu ada karena mengikuti arah angin yang berubah-ubah," ujar Wahyu.
Baca Juga: Enam Provinsi Darurat Kebakaran Hutan, Akankah Indonesia Kembali Ekspor Asap?
"Daripada membantah yang terjadi, aturan hukum dilaksanakan saja. Ada gugatan warga ke pemerintah yang dimenangkan, bahkan sampai di Mahkamah Agung."