Follow Us

Kota Jayapura Masih Mencekam, Berikut Daftar Kerusakan Akibat Massa yang Beringas. Tapi, Massa Tak Pernah Berani Merusak Bangunan Ini...

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Jumat, 30 Agustus 2019 | 10:33
Suasana aksi unjuk rasa di Jayapura, Papua, Kamis (29/8/2019).
ANTARA FOTO/Dian Kandipi/pras

Suasana aksi unjuk rasa di Jayapura, Papua, Kamis (29/8/2019).

Fotokita.net - Massa unjuk rasa menyikapi dugaan tindakan rasial terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur di Kota Jayapura, Papua mendadak menjadi beringas pada Kamis (29/8/2019). Belum lagi massa menggelar orasi, situasi justru memanas.

Massa menghancurkan bangunan, membakar gedung dan kantor, termasuk ruko, kantor Majelis Rakyat Papua. Situasi berubah rusuh. Hingga Jumat (30/8/2019) situasi Kota Jayapura masih mencekam. Warga belum berani beraktivitas.

Massa berasal dari Kabupaten Jayapura, Waena, Perumnas 3, dan wilayah Kota Jayapura serta perwakilan dari mahasiswa. Namun sebelum pengunjuk rasa melakukan orasi, situasi mulai memanas.

Baca Juga: Terkuak Kisah Pilu Rasisme Mahasiswa Papua, 'Ih, Kalian Bau dan Suka Makan Babi Mentah!'

Situasi di Jl. Ahmad Yani, Kota Jayapura, Papua, pada Jumat (23/08/2019) siang.
KOMPAS.com/DHIAS SUWANDI

Situasi di Jl. Ahmad Yani, Kota Jayapura, Papua, pada Jumat (23/08/2019) siang.

Berikut kerusakan yang terjadi di Jayapura akibat aksi massa tersebut:

1. Kaca mobil Dandim pecah dilempari batu

Pada Kamis (29/08/2019) pagi, massa berkumpul di wilayah Expo Waena, Kota Jayapura. Massa sempat berbuat anarkis dengan melempar batu ke arah aparat. Akibat aksi tersebut, mobil Dinas Dandim 1701/Jayapura Letkol Inf Johanis Parinussa megalami kerusakan.

"Iya betul, mobil dirusak, sekarang sudah dibawa ke bengkel," ujar Johanis Parinussa, saat dihubungi, Kamis. Sementara, Kasubag Humas Polres Jayapura Kota, Iptu Jahja Rumra membenarkan bila massa di Expo Waena sempat berbuat kerusuhan dan anarkistis kepada aparat.

Baca Juga: Papua Kembali Membara, Massa Bakar Gedung Hingga Jaringan Listrik dan Komunikasi Padam. Begini Cerita Trauma Warga Pendatang Pada Aksi Massa Nan Beringas

Asap mengepul dari kawasan pertokoan di Entrop, Jayapura, Papua, Kamis (29/8/2019)
(KOMPAS/JOHN ROY PURBA)

Asap mengepul dari kawasan pertokoan di Entrop, Jayapura, Papua, Kamis (29/8/2019)

"Tadi mereka sempat lempar truk polisi tapi mereka sudah minta maaf dan situasi kembali normal lagi. Kordinator massa masih komunikatif dengan aparat," kata dia. Jahja mmebenarkan jika ada kelompok massa yang bergerak dari arah Sentani dan bergabung dengan massa lain yang ada di Waena.

2. Kantor Majelis Rakyat Papua dibakar

Saat aksi demo di Jayapura, massa membakar Kantor Majelis Rakyat Papua, Kamis (29/8/2019). Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, massa awalnya ingin bertemu dewan adat setempat.

Namun, sejumlah anggota dewan sedang melaksanakan kunjungan kerja. Karena massa mencoba untuk menemui masyarakat dewan adat, namun demikian, kebetulan beberapa anggota MRP sedang melakukan kunjungan kerja," kata Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis.

Baca Juga: Fakta Lengkap Penangkapan Mahasiswa Papua, Cekcok Soal Pasang Bendera, Tiang Bendera Jatuh ke Tanah Hingga Makian Rasisme dari Oknum Berseragam Tentara

Diduga kecewa, massa membakar dan merusak bagian belakang Kantor MRP yang merembet ke gedung. Berdasarkan dugaan sementara, massa perusuh menyusup di antara massa yang berunjuk rasa dengan damai. Namun dugaan itu masih didalami oleh aparat kepolisian.

3. Kantor Telkom dan hotel dilempari batu

Laporan wartawan Kompas.com Dhias Suwandi dari demo di Jayapura, massa melempari kantor-kantor dan hotel di Jayapura. Massa juga membakar kantor Telkom, kantor pos, dan sebuah SPBU yang berjejer di samping Kantor BTN di Jalan Koti, Jayapura.

Terkait kerusuhan tersebut, dikutip dari keterangan resmi, VP Corporate Communications Telkomsel Denny Abidin mengatakan bahwa GraPARI Jayapura untuk sementara tidak beroperasi hingga waktu yang belum bisa ditentukan.

Pecah kerusuhan di Jayapura Papua
(KOMPAS.com/DHIAS SUWANDI)

Pecah kerusuhan di Jayapura Papua

"Sekarang ini kami sedang mengusahakan percepatan solusi perbaikan dan terus berkoordinasi dengan seluruh pihak terkait, untuk mengembalikan agar layanan telepon dan SMS Telkomsel bisa kembali normal," ujar Denny.

Mengenai informasi tentang adanya kebakaran Gedung Layanan TelkomGroup di Koti, saat ini pihaknya sedang menginventarisir kondisi di sana dan segera diinformasikan.

"Telkomsel terus memantau kondisi di lapangan dan berkoordinasi dengan pemda dan keamanan setempat guna memastikan keselamatan seluruh personel karyawan serta fasilitas termasuk alat produksi telekomunikasi tetap dalam keadaan aman," ujar Denny.

Mahasiswa Papua Tari Wasisi di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (28-8-2019).
Kompas.com/Cynthia Lova

Mahasiswa Papua Tari Wasisi di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (28-8-2019).

4. Kabel koneksi antar-BTS dirusak

Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Samuel Abrijani Pangerapan mengatakan, berdasarakan laporan dari operator telekomuniasi, kabel koneksi antar-base tranceiver station (BTS) di Jayapura, Papua, dibakar massa.

Situasi ini juga yang membuat jaringan telekomunikasi, termasuk telekomunikasi seluler, di Jayapura pada Kamis (29/8/2019) terputus.

Baca Juga: Jokowi Beri Titah, Akankah TNI Hukum Serdadu yang Diduga Berbuat Rasis Pada Mahasiswa Papua?

Massa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Papua Sejawa-Bali melakukan aksi unjukrasa damai di Depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Senin (19/8/2019).
Antara Foto via BBC Indonesia

Massa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Papua Sejawa-Bali melakukan aksi unjukrasa damai di Depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Senin (19/8/2019).

"Tidak ada (kebijakan) pemutusan telekomunikasi. Dari laporan operator, kabel koneksi antar-BTS dibakar massa. Ini yang mengakibatkan jaring selular mati. Ada 313 BTS yg tidak berfungsi," ujar Samuel saat dikonfirmasi Kompas.com, Kamis malam. Menkominfo Rudiantara juga menyampaikan tidak ada kebijakan black out yang dilakukan pemerintah di Jayapura.

Baca Juga: Akui Salah Tentang Hoaks Penculikan Mahasiswa Papua, Mengapa Kominfo Belum Rilis Ralat Secara Resmi?

"Kebijakan pemerintah hanya melakukan pembatasan atas layanan data (tidak ada kebijakan black out). Sementara layanan suara (menelepon/ditelepon) serta SMS (mengirim/menerima) tetap difungsikan," ujar Rudiantara saat dikonfirmasi Kompas.com, Kamis malam.

Sejumlah massa terlihat mengibarkan Bendera Bintang Kejora yang merupakan simbol gerakan Papua Merdeka.
Twitter @goliathtabuni

Sejumlah massa terlihat mengibarkan Bendera Bintang Kejora yang merupakan simbol gerakan Papua Merdeka.

5. Massa rusak kios dan ruko di Entrop

Pantauan kontributor Kompas.com John Roy Purba di wilayah Entrop, Distrik Jayapura Selatan, massa yang datang dari wilayah Distrik Abepura menuju ke Kota Jayapura, merusak puluhan pertokoan.

Sampai Kamis (28/8/2019) pukul 17.31 WIT, tampak kepulan api dan asap tebal masih membakar ruko. Entrop merupakan salah satu pusat perekonomian di Kota Jayapura.

Pasca-perusakan dan pembakaran sebagian masyarakat memilik keluar dan berjaga-jaga. Sejumlah pusat perbelanjaan dan perkantoran yang ada di Distrik Abepura, Kota Jayapura, Papua, memilih tutup karena kerusuhan Jayapura, Kamis (29/8/2019).

Baca Juga: Aksi Mahasiswa Papua Jakarta, Teriakan Papua Merdeka Hingga Atribut Bintang Kejora Bermunculan. Ini Foto-Fotonya

Pantauan di lapangan, Saga dan Mega Abepura tutup, termasuk Kantor Distrik Abepura dan BPS Kota Jayapura serta Kanwil Kantor Pos Maluku dan Papua juga tutup. Begitu juga dengan sejumlah kafe dan hotel. Yulika, salah satu pengunjung Grand Abe Hotel mengaku terjebak dan tidak bisa kembali ke rumahnya karena demo yang mulai terlihat anarkistis. "Kaca Grand Abe Hotel dilempar massa," ungkapnya lewat sambungan telepon seluler.

6. Aktivitas Kota Jayapura lumpuh dan mencekam

Pantauan Kompas.com, Jumat (30/8/2019), kondisi Kota Jayapura masih mencekam. Tak terlihat ada satu pun toko yang buka, bahkan pemerintahan memutuskan untuk meliburkan segala aktivitas di Kota Jayapura, termasuk aktivitas sekolah.

Selain itu, sampai saat ini akses telekomunikasi di Kota Jayapura masih mengalami gangguan. Banyak masyarakat memilih tinggal di hotel-hotel yang dekat tempat tinggal mereka.

Baca Juga: Kisah Pilu di Balik Kerusuhan di Manokwari: Mesin Kerja Senilai Rp 200 Juta Hancur Dijarah, Kekagetan Warga Asli Hingga Trauma Warga Pendatang

Di Markas Angkatan Laut, juga masih terlihat masyarakat mengungsi karena khawatir ada aksi susulan, Wakil Walikota Jayapura, Rustan Saru saat menemui warga di Entrop, Distrik Jayapura Selatan menjelaskan, pihaknya menjamin keamanan masyarakat.

“Saya minta masyarakat tetap tenang. Jangan kita balas perbuatan mereka. Kami pemerintah menjamin keamanan masyarakat,” ungkapnya kepada masyarakat Entrop, Jumat pagi.

Peringatan 100 Hari Gus Dur --- Mahasiswa asal Papua  mengikuti karnaval budaya untuk memperingati 100 hari meninggalnya Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Jalan Malioboro Yogyakarta, Sabtu (10/4). Dalam karnaval budaya yang dimotori oleh Kaum Muda Nahdlatul Ulama Yogyakarta tersebut ditampilkan atra
Kompas Jogja

Peringatan 100 Hari Gus Dur --- Mahasiswa asal Papua mengikuti karnaval budaya untuk memperingati 100 hari meninggalnya Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Jalan Malioboro Yogyakarta, Sabtu (10/4). Dalam karnaval budaya yang dimotori oleh Kaum Muda Nahdlatul Ulama Yogyakarta tersebut ditampilkan atra

Hal yang “menarik” dari kasus itu, tidak ada perusakan rumah ibadah karena secara umum dalam sudut pandang masyarakat Papua, rumah ibadah adalah tempat orang belajar dan berbuat baik bagi sesama manusia.

Menyikapi kerusuhan di Papua, dalam berbagai liputan di stasiun televisi dan siaran radio, berulangkali digunakan sebutan “mereka” untuk menyebut warga yang berada di Papua.

Psikologi dan pemahaman soal Papua terlihat tidak dipahami oleh awak media di Jakarta dan Pulau Jawa. Sebutan “mereka” tanpa disadari membangun jarak psikologis antara Papua dengan pusat pemerintahan dan Pulau Jawa.

Baca Juga: Kondisi Gedung Rakyat Papua Barat Tampak Mengenaskan Usai Kerusuhan Manokwari. Lihat Foto-fotonya yang Bikin Kita Pilu

Sejumlah ibu di Ransiki, ibu kota Kabupaten Manokwari Selatan, Provinsi Papua Barat, mengambil daging ayam yang siap untuk dimakan yang dimasak dengan proses pembakaran batu, Sabtu (31/10). Memasak makanan dengan bakar batu adalah tradisi yang berkembang pada masyarakat Papua. (Foto bawah) sejumlah
Kompas Nasional

Sejumlah ibu di Ransiki, ibu kota Kabupaten Manokwari Selatan, Provinsi Papua Barat, mengambil daging ayam yang siap untuk dimakan yang dimasak dengan proses pembakaran batu, Sabtu (31/10). Memasak makanan dengan bakar batu adalah tradisi yang berkembang pada masyarakat Papua. (Foto bawah) sejumlah

Sepanjang interaksi dengan sesama keluarga besar Papua di Jawa tahun 1990-an, penulis dan sesama warga Papua selalu membahasakan diri dengan sebutan “masyarakat” untuk menyebut komunitas kami, tanpa membedakan warna kulit meski penulis tidak berdarah Papua.

Aktivitas makan, tidur, hingga bekerja sama dalam satu atap membuat hubungan semakin erat dan penggunaan kata “masyarakat” untuk membahasakan diri kami semua menjadi penting.

Kesetaraan dan persaudaraan masyarakat Papua berjalan lintas warna kulit dan agama. Semisal, tokoh Papua, Thaha Al Hamid yang seorang muslim, dihormati setara dengan para pemimpin adat Papua yang lain.

Baca Juga: Tak Terima Disebut dengan Kata Rasis Ini, Mahasiswa Papua Ungkapkan Protes, Salah Satunya Soal Kemerdekaan

Ikatan Mahasiswa Papua di Sumatera Utara menggelar protes atas aksi diskriminasi dan rasisme terhadap mahasiswa di Surabaya, Senin, 19 Agustus 2019.
Foto: VOA/Anugrah Andriansyah

Ikatan Mahasiswa Papua di Sumatera Utara menggelar protes atas aksi diskriminasi dan rasisme terhadap mahasiswa di Surabaya, Senin, 19 Agustus 2019.

Persaudaraan Kristiani, Islam, dan berbagai kelompok di Papua sejatinya berlangsung cair dan lekat. Semisal di daerah Fakfak yang pernah berada di bawah pengaruh Kesultanan Ternate di Maluku Utara, dihuni oleh warga Papua Muslim yang berhubungan erat dengan saudara-saudara Papua Kristiani di daerah sekitarnya.

Saat berjumpa dengan Thaha Al Hamid untuk membahas soal membuka Papua sebagai Pintu Indonesia ke Pasifik Selatan, Thaha pun dengan akrab memanggil penulis dengan sebutan “Anak”.

Baca Juga: Lihat Foto-foto Keindahan Papua, Bianglala Surgawi di Khatulistiwa

Sejumlah truk pengangkut BBM dari TBBM Nabire melintasi kawasan hutan menuju sejumlah daerah pedalaman di antaranya dogiyai, paniai hingga yang terjauh Kampung Obano di Papua, Rabu (28/11/2018). Meski dengan upaya distribusi yang tidak mudah, program BBM satu harga menjadi sangat vital bagi masyarak
ANTARA FOTO

Sejumlah truk pengangkut BBM dari TBBM Nabire melintasi kawasan hutan menuju sejumlah daerah pedalaman di antaranya dogiyai, paniai hingga yang terjauh Kampung Obano di Papua, Rabu (28/11/2018). Meski dengan upaya distribusi yang tidak mudah, program BBM satu harga menjadi sangat vital bagi masyarak

Sapaan Bapa–Anak, Ade, Kaka, Mama, Mace, Pace, Paitua, dan lain-lain adalah bahasa keakraban dan persaudaraan sesama warga Papua dalam membahasakan diri, seperti penggunaan sebutan “masyarakat” untuk menyebut sesama secara inklusif.

Peneliti Senior LIPI Adriana Elisabeth mengingatkan pentingnya membangun dialog dalam semangat kesetaraan. “Masyarakat Papua itu ingin didengar. Di masa silam, masyarakat ditekan dan teraniaya. Biasanya sesudah mengeluarkan isi hati, dengan mudah masyarakat diajak bicara hati ke hati dan mencapai kesepakatan. Intinya adalah dialog,” kata Adriana.

Ia bersama almarhum Muridan Widjojo dan para peneliti LIPI merintis riset dan hubungan dengan seluruh masyarakat Papua sejak puluhan tahun. Pola pendekatan hati dan empati inilah yang dilakukan Presiden RI ke-4 Abdurahman Wahid alias Gus Dur yang mengangkat simbol-simbol Papua.

Baca Juga: Dokter Muda Berkerudung nan Cantik Ini Suka Cita Bagikan Pengalaman Kerja di Pedalaman Papua. Lihat Foto-fotonya di Tempat Tugas

Suasana Kampung Saga, Distrik Metemani, Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat, Selasa (4/9/2018). Untuk mencapai kampung ini butuh waktu sekitar 5 jam dengan kapal cepat.

Suasana Kampung Saga, Distrik Metemani, Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat, Selasa (4/9/2018). Untuk mencapai kampung ini butuh waktu sekitar 5 jam dengan kapal cepat.

Bagi masyarakat Melanesia dan Austronesia di Pasifik Selatan, adat adalah identitas dan kehormatan. Masyarakat Papua sangat menghormati “Bapa Gus Dur” dan bagi warga Kristiani Papua, Jamaah NU adalah “Jemaat-nya Bapa Gus Dur pu Gereja” (jemaat Gereja yang dimaksud jamaah Nahdlatul Ulama) yang harus dijaga seperti menjaga diri sendiri.

Itulah mengapa masyarakat Samoa dan Hawaii dalam keluarga besar Republik Amerika Serikat sangat bangga dengan identitasnya yang bertahan, di tengah arus modernitas budaya populer Amerika Serikat.

Baca Juga: Apakah Benar Hal Ini yang Jadi Akar Penyebab Kerusuhan Warga di Manokwari?

Perahu yang mengangkut drum berisi BBM  melintasi Danau Paniai menuju Kampung Obano di Distrik Paniai Barat, Papua, Kamis (29/11/2018). Meski dengan upaya distribusi yang tidak mudah, program BBM satu harga menjadi sangat vital bagi masyarakat pedalaman Papua guna mendukung berbagai aktivitas mereka
ANTARA FOTO

Perahu yang mengangkut drum berisi BBM melintasi Danau Paniai menuju Kampung Obano di Distrik Paniai Barat, Papua, Kamis (29/11/2018). Meski dengan upaya distribusi yang tidak mudah, program BBM satu harga menjadi sangat vital bagi masyarakat pedalaman Papua guna mendukung berbagai aktivitas mereka

Itu juga yang membuat masyarakat Chamorro di Kepulauan Mariana yang menjadi wilayah perlindungan Amerika Serikat, juga memelihara identitas adat budaya mereka. Turis dari Jepang, Korea Selatan, dan China kerap berwisata ke wilayah tersebut karena keindahan alam dan budaya masyarakat setempat.

Terlebih bagi bangsa Jepang, banyak dari wisatawan Jepang juga berziarah ke tempat-tempat bekas pertempuran semasa Perang Dunia II yang tersebar di pulau-pulau di Pasifik Selatan.

Baca Juga: Mahasiswa Papua di Surabaya di Jemput Paksa Polisi. Apakah Masalahnya? Berikut Foto-Fotonya

Diplomat Kementerian Luar Negeri Ida Bagus Bimantara yang pernah bertugas di KBRI Canberra mengingatkan betapa eratnya identitas kultural Austronesia dan Melanesia di Kepulauan Pasifik dengan Bangsa Indonesia.

Bangsa Indonesia di sebelah barat berasal dari rumpun Austronesia sama dengan masyarakat Madagaskar, Guam, dan beberapa wilayah Pasifik seperti di Republik Mikronesia dan lain-lain.

Sedangkan masyarakat Melanesia seperti di NTT, Maluku, dan Papua memiliki kesamaan dengan warga di Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Kaledonia Baru, Vanuatu, dan Fiji.

Peneliti Lembaga Eijkman Herawati Sudoyo mengingatkan, garis darah Melanesia dalam tubuh manusia Indonesia secara umum memiliki leluhur dari berbagai asal-usul. Sehingga sangat tidak relevan perilaku diskriminasi terhadap masyarakat Papua, mengingat kita semua memiliki warisan genetika Melanesia.

Baca Juga: Manokwari Mencekam, Warga Terpicu Isu Dugaan Rasisme Mahasiswa Papua di Jawa. Lihat Foto dan Videonya Terkini!

Kaum pria dari Suku Dani, Wamena.
Zika Zakiya

Kaum pria dari Suku Dani, Wamena.

Kedekatan hubungan budaya Austronesia dan Mikronesia ini pun diakui badan dunia seperti UNESCO. Badan PBB ini menetapkan Nan Madol di Republik Mikronesia sebagai situs warisan dunia, yakni bekas candi dan istana batu yang dibangun Dinasti Sadulur tahun 1200 – 1500 Masehi atau pada periode yang sama dengan masa Kerajaan Majapahit tumbuh. Secara geografis pun terdapat pulau karang bernama Ontong Jawa di kawasan Pasifik Selatan tersebut.

Baca Juga: Apa Jadinya Bila Anggota Marinir Amerika Ikut Lomba Hari Merdeka Kita? Hasilnya, Foto-foto Kocak Ini!

Bicara dalam kesetaraan dan bukan dengan pendekatan superior terhadap inferior, serta melihat Papua dari sudut pandang Papua dengan hati jernih adalah langkah awal menuju Papua damai. Papua adalah pintu persaudaraan Indonesia ke Pasifik Selatan sebagai keluarga besar Bangsa Austro–Melanesia yang membentang dari Madagaskar–Indonesia–Malaysia–Filipina hingga negeri-negeri kepulauan di Pasifik Selatan. (Penulis: Iwan Santosa/Kompas.id)

Memandang ke arah Sungai Balim, warga menikmati keragaman Tanah Papua.
Bayu Dwi Mardana

Memandang ke arah Sungai Balim, warga menikmati keragaman Tanah Papua.

Source : Kompas.com

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest