Ia menambahkan PMB itu juga telah membuat jemaat Ahmadiyah di sejumlah daerah tidak bisa beribadah dalam masjid.
Maka itu, Halili menyarankan pemerintah untuk segera mengubah peraturan itu. Jika tidak, katanya, peristiwa semacam itu akan terus berulang.
"Tidak ada pilihan lain selain menghapus atau merivisi ketentuan dalam regulasi itu," ujarnya.
Meski begitu, Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama RI, Nifasri, mengatakan jika masyarakat sudah memahami regulasi tersebut, kecil kemungkinan muncul masalah terkait dengan pendirian rumah ibadah.
"Masyarakat dalam mendirikan rumah ibadah seharusnya ada rekomendasi dari FKUB. Salah satu tugas FKUB adalah sosialisasi regulasi terkait dengan kerukunan umat beragama," ujarnya.
Kepala Bagian Litbang Diklat Kementerian Agama, Abd. Rahman Mas'ud, berujar pada dasarnya, regulasi tersebut hadir untuk menyediakan perangkat bagi pemerintah daerah dalam mengelola berbagai kepentingan terkait pemeliharaan kerukunan, khususnya terhadap kasus rumah ibadat.
"Ketiadaan regulasi menyebabkan masyarakat menangani kasus-kasus dengan caranya sendiri, di sisi lain pemerintah tidak punya pegangan dan panduan dalam bagaimana menanganinya," ujar Rahman.
Sementara itu, tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ifdhal Kasim mengatakan regulasi mendirikan rumah ibadah itu penting untuk menjamin ketertiban umum.
Masalahnya, kata Ifdhal, pemerintah daerah kerap memiliki tafsir berbeda mengenai peraturan tersebut.