Fotokita.net - Insiden mati listrik di Jakarta dan Jawa Barat pada Minggu siang (04/08) merupakan yang terparah sejak tahun 2005, kata pengamat kelistrikan Fabby Tumiwa.
Waktu itu, terjadi mati listrik di sekitar wilayah Jawa dan Bali. Penyebabnya ialah gangguan di transmisi Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 KV Jawa-Bali.
Di daerah Jakarta dan Banten, listrik mati total selama tiga jam, namun perbaikan keseluruhan memakan waktu hingga 24 jam.
Fabby menjelaskan, gangguan seperti ini merupakan risiko dari sistem interkoneksi yang digunakan PLN.
"Jalur transmisi itu seperti jalan tol, dia yang mengangkut listrik. Karena terjadi gangguan maka aliran daya dari timur ke barat mengalami gangguan juga," tuturnya seperti dilansir dari BBC Indonesia.
"Karena ada gangguan, secara otomatis pembangkit-pembangkit itu mengalami trip sehingga pasokan daya berkurang."
Fabby memperkirakan, gangguan seperti ini tidak bisa diselesaikan dengan cepat. "Karena selain PLN harus membenahi atau memperbaiki jaringan transmisi yang tadi rusak, mereka juga harus secara bertahap menyalakan pembangkit-pembangkit yang trip itu."
Direktur eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) itu juga menegaskan bahwa mati listrik pada Minggu siang bukan disebabkan kurangnya pasokan listrik, melainkan gangguan pada sistem.
"Untuk saat ini kapasitas pembangkit Jawa-Bali itu sangat cukup," ujarnya.
Apa dampaknya?
Pemadaman listrik telah mengakibatkan gangguan pada sejumlah layanan publik di Ibu Kota dan sekitarnya — khususnya transportasi.
Baca Juga: Listrik Padam, Antrian Warga Mengular di Depan Toko Ini di Kawasan Glodok. Lihat Foto Antriannya!
Direktur Utama PT. Kereta Commuter Indonesia (KCI), Wiwik Widayanti mengatakan bahwa ada 240 perjalanan KRL commuter line yang dibatalkan sejak hari Minggu siang.
"Sebagai gambaran, akhir pekan KRL normalnya dapat melayani sekitar 800.000 pengguna," kata Wiwik dalam jumpa pers di Jakarta.
Kiriman-kiriman di media sosial menunjukkan para penumpang KRL terlantar di stasiun.
Tak Ada Antisipasi PLN, Presiden Makin Kecewa
Presiden Joko Widodo mempertanyakan pemadaman listrik berjam-jam sepanjang Minggu (4/8/2019) yang berlanjut Senin ini kepada direksi PT PLN Persero. Tak adanya kalkulasi serta rencana kontingensi dipertanyakan, apalagi hal serupa pernah terjadi sebelumnya.
Presiden Joko Widodo mendatangi Kantor Pusat PT PLN Persero, Jakarta, Senin pagi. Ikut menyertai Presiden, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri ESDM Ignasius Jonan, dan Kepala BSSN Hinsa Siburian. Namun, tak tampak Menteri BUMN Rini Soemarno.
”Dalam manajemen besar seperti PLN ini, menurut saya, mestinya ada tata kelola risiko-risiko yang dihadapi. Dalam manajemen besar tentu ada contingency plan, back up plan. Kenapa itu tidak bekerja cepat dan baik. Saya tahu peristiwa ini pernah terjadi pada 2002 untuk Jawa dan Bali, mestinya menjadi pelajaran kita bersama. Jangan sampai kejadian yang sudah pernah itu kembali terjadi lagi,” tutur Presiden Jokowi, seperti dikutip dari Kompas.id.
Secara teknis, Pelaksana Tugas Direktur Utama PT PLN Persero Sripeni Inten Cahyani menjelaskan, pada sistem kelistrikan Jawa Bali terdapat empat sirkuit, dua di jalur utara dan dua lainnya di selatan. Pada pukul 11.48 kemarin, terjadi gangguan di dua sirkuit utara, sementara itu satu sirkuit di selatan sedang pemeliharaan.
Proses pengalihan ke jalur selatan pun lebih lambat daripada perkiraan sehingga saat tiba di Pembangkit Suralaya, pemadaman sudah berlangsung delapan jam. Mesin sudah dalam kondisi dingin sehingga semua berjalan bertambah lambat. ”Kami akui memang prosesnya lambat dan kami memohon maaf untuk itu,” kata Sripeni.
Mendengar jawaban yang sangat teknis, tetapi tak menjelaskan penyebab ataupun antisipasi ke depan, Presiden tampak semakin kecewa.
”Penjelasannya panjang sekali. Pertanyaan saya, Bapak/Ibu semuanya, kan, orang pinter-pinter, apalagi urusan listrik dan sudah bertahun-tahun. Apakah tidak dihitung, apakah tidak dikalkukasi kalau akan ada kejadian-kejadian sehingga kita tahu sebelumnya. Kok, tahu-tahu drop. Artinya, pekerjaan yang ada tidak dihitung tidak dikalkulasi. Dan itu betul-betul merugikan kita semuanya,” tutur Presiden lagi.
Sebelumnya, Presiden sudah mengingatkan bahwa pemadaman listrik sungguh merugikan konsumen. Pelayanan transportasi umum, seperti MRT, juga mengalami risiko bahaya ketika listrik padam.
”Kalau ada yang kurang, blak-blakan saja supaya bisa diselesaikan,” ujar Presiden.
Ke depan, kata Sripeni, PLN akan menguatkan jaringan, baik di sistem selatan dan utara. Selain itu, dibangun juga PLTU di pusat beban, yakni di wilayah barat yang akan mulai beroperasi pada 2019, 2020, dan 2023, serta 2024 di Suralaya.
Pada akhir pertemuan, Presiden meminta pemadaman listrik tak terulang lagi.