Fotokita.net - Sejarah Perang Dunia II seperti tak ada habisnya kita gali. Maklum, ketika itu, dunia sedang kacau dan nyaris semua negara bertikai yang menewaskan korban manusia antara 50 - 70 juta jiwa.
Kekuatan militer yang saling berhadapan, Sekutu (Amerika Serikat, Inggris, Prancis dan aliansinya) bertempur melawan Jerman yang membentuk Poros (yang beraliansi dengan Italia. Belum lagi ada pihak Uni Soviet yang turut berperang.
Di bagian Asia, Jepang menyerang Cina dan dengan cepat menguasai wilayah Asia Timur dan Pasifik Barat. Kekuatan militer dan teknologi yang ada membuat Jepang dapat menguasai wilayah di Asia dan Pasifik.
Baca Juga: Info Penting Buat Tukang Foto, Cegah Kanker Prostat dengan Minuman Ini
Di antara sejarah militer Perang Dunia II, kisah penembak jitu atau sniper menjadi bahan diskusi yang menarik. Apabila kita berbicara tentang sniper di Perang Dunia II, maka sniper Jerman dan Rusia dianggap paling piawai.
Padahal ada satu lagi 'kelompok' sniper yang memiliki kemampuan mengerikan, yaitu sniper Jepang.
Mereka terkenal sebagai pasukan yang bertempur seperti seorang samurai, demi kehormatan bangsa dan pengabdian kepada kaisar juga tak kalah handalnya.
Sebagian besar sniper Jepang telah berpengalaman dalam Perang Manchuria (1930) khususnya dalam pertempuran hutan yang berlangsung lama.
Dengan bersembunyi di puncak-puncak pohon atau lubang kecil meskipun hanya dibekali nasi kering dan air putih sniper Jepang sanggup mengendap selama berminggu-minggu.
Para sniper Jepang yang bertengger di pucuk pohon, khususnya pohon kelapa bahkan memiliki motto hanya akan turun sebagai mayat akibat tembakan peluru musuh.
Baca Juga: Foto-foto Terbaik Ini Bikin Kita Tercengang Tentang Bagaimana Alam Semesta Bekerja
Prinsip sniper Jepang semasa PD II nyaris sama, membunuh tentara Amerika sebanyak mungkin sampai dirinya sendiri terbunuh.
Dibandingkan sniper Rusia, Jerman, dan Sekutu, sniper Jepang memiliki keunikan sendiri karena mereka bertempur seorang diri tanpa dibantu observer.
Sniper Jepang juga bukan prajurit sukarelawan, tapi prajurit tulen yang bertempur di bawah sumpah kaisar Jepang dan tidak mengenal istilah gagal dalam tugas.
Berkat moral tempur dan spirit yang tinggi itu, para sniper yang hanya dipersenjatai senapan tempur standar Arisaka Model 97 atau 99 dan teleskop yang juga terbilang sederhana karena tak bisa dikoreksi memiliki kemampuan bidik yang sangat akurat pada jarak 550 meter.
Untuk menghadapi sniper Jepang yang gemar bersarang di atas pohon itu, pasukan AS tidak mengerahkan sniper-nya (countersniper) melainkan memberondongnya menggunakan senapan mesin antitank kaliber 37 mm.
Ketika peluru kaliber besar itu menghantam pucuk pohon kelapa bukan hanya sniper Jepang yang jatuh tewas, buah dan dahan kelapa juga turut berjatuhan.
Sementara para sniper Sekutu lainnya, seperti Inggris yang mengerahkan sniper asal Australia dan Selandia Baru yang berpengalaman selama PDI mempunyai taktik sendiri untuk melumpuhkan sniper Jepang.
Baik sniper Australia maupun Selandia Baru tidak lagi memberlakukan doktrin satu peluru satu nyawa untuk menembak jatuh sniper Jepang yang bertengger di puncak pohon.
Dalam duel sniper, mereka menggunakan senapan mesin Bren yang ditembakkan sampai pelurunya habis disusul jatuhnya sniper Jepang.
(Agustinus Winardi/Intisari)