Mayjen Soeharto Tampak Tenang, Tien Soeharto Malah Paksa Lakukan Hal Ini Saat Dengar Kabar Penculikan Jenderal di RSPAD Gatot Subroto

Selasa, 29 September 2020 | 07:22
Istimewa

Presiden Soeharto menerima sungkem dari Ibu Tien Soeharto pada hari Idul Fitri 1 Syawal 1415 Hijriah, 3 Maret 1995.

Fotokita.net - Mayjen Soeharto tampak tenang, Tien Soeharto malah paksa lakukan hal ini saat dengar kabar penculikan jenderal di RSPAD Gatot Subroto.

Peristiwa kekejaman G30S/PKI meninggalkan coretan hitam dalam sejarah bangsa Indonesia.

Peristiwa G30S/PKI adalah salah satu peristiwa kelam yang menghiasi Sejarah Indonesia.

Peristiwa yang terjadi selewat malam pada tanggal 30 September sampai awal bulan selanjutnya (1 Oktober) tahun 1965 ketika tujuh perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang yang lain dibunuh dalam suatu usaha kudeta (yang hampir sekaligus).

Baca Juga: Terungkap Sudah, Ternyata 2 Sosok Ini Jadi Pentolan PKI di Indonesia, DN Aidit Cuma Kroco

Istri Soeharto, Bu Tien menceritakan pengalamannya saat pemberontakan G30S/PKI itu terjadi.

Dilansir dari buku otobiografi Ibu Tien Soeharto berjudul 'Siti Hartinah Soeharto Ibu Utama Indonesia', berikut cerita Soeharto dan keluarga cendana saat peristiwa G30S/PKI.

Baca Juga: Dituding Jadi Dalang Peristiwa G30S/PKI, Inilah Derita Keluarga DN Aidit, Jenazah Membusuk Hingga 3 Hari di Rumah Kosong

Ibu Tien, istri Soeharto sengaja berkumpul di markas Persit untuk mendengarkan penjelasan dari Menteri/Panglima AD Achmad Yani.

"Pak Yani dalam pertemuan tersebut menjelaskan situasi politik pada waktu itu yang makin gawat.

Selama saya menjadi istri prajurit, baru pertama kali itulah saya menerima uraian politik yang menyangkut nasib negara dan bangsa.

Seusai mengikuti acara itu, Ibu Tien pulang ke rumahnya di Jalan H Agus Salim.

Baca Juga: Suaminya Terbelit Masalah dengan Jokowi, Mayangsari Mendadak Pamer Foto Keluarga, Posenya Jadi Sorotan

Melihat ibunya pulang, anak-anaknya meminta dibuatkan sup kaldu tulang sapi.

Ibu Tien lalu membuatkannya.

Namun, ketika dirinya sedang membawa panci berisi sup panas yang hendak ditaruh di ruang makan, tiba-tiba Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto) yang saat itu berusia empat tahun, menabrak tangan ibunya.

Baca Juga: Pantas KKB Papua Makin Berani Perang Lawan TNI Polri, Otonomi Khusus Papua Sebentar Lagi Habis, Indonesia Bakal Tanggung Kerugian Ini Bila Tanah Cenderawasih Lepas dari NKRI

Akibatnya, sup itu tumpah dan mencelakai Tommy.

"Air sup tumpah dan mengguyur sekujur tubuhnya. Kulitnya terbakar dan melepuh-lepuh. Saya ingat pelajaran PPPK di Kostrad.

Kalau luka bakar obatnya leverstraan salf. Kebetulan ada persediaan di rumah. Maka obat itulah yang saya oleskan ke kulitnya.

Setelah itu saya bawa Tommy ke RS Gatot Subroto untuk dirawat," tuturnya sambil menambahkan Soeharto sempat menjaga Tomy bersama dirinya.

Baca Juga: Dipuji Punya Nyali Kejar Utang Pangeran Cendana, Jokowi Kini Malah Dituding Bikin Blunder Lagi Karena Turuti Permintaan Prabowo Ini

Sekitar pukul 00.00, Ibu Tien meminta Soeharto agar segera pulang ke rumah karena pada waktu itu Mamiek, putri bungsu Soeharto sedang sendirian di rumah.

Apalagi ketika itu usia Mamiek baru satu tahun.

Saat Soeharto berada di rumah, tiba-tiba seorang pria bernama Hamid mengetuk rumah Soeharto yang kebetulan menjadi Ketua RT.

Hamid adalah seorang juru kamera.

Baca Juga: Bikin Kicep PM Vanuatu yang Terus Ungkit Isu HAM di Papua, Diplomat Muda Indonesia Jadi Bintang Sidang Umum PBB Hingga Dipuji Setinggi Langit Netizen

Ia mengaku baru saja mengambil gambar tembak-tembakan yang terjadi di sejumlah tempat.

Tak lama kemudian datang Mashuri SH, tetangga Soeharto.

Kepada Soeharto, Mashuri mengaku mendengar suara tembakan.

Soeharto pun mulai bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi. Di tengah tanda tanya itu, muncul Broto Kusmardjo. Lelaki itu mengabarkan bahwa telah terjadi penculikan terhadap sejumlah jenderal.

Baca Juga: Bak Disambar Geledek, Namanya Bikin Geger Lagi Karena Film G30S/PKI, Ternyata Gatot Nurmantyo Akui Bertemu Setya Novanto Hingga Minta Lakukan Hal Ini

Sekitar pukul 06.00 Letkol Soedjiman datang ke rumah Soeharto. Lelaki itu mengaku diutus Mayor Jenderal Umar Wirahadikusumah, Panglima Kodam V Jaya.

Kepada Soeharto, Soedjiman memberitahukan bahwa ada konsentrasi pasukan di sekitar Monas.

Baca Juga: Surat Nikah dan Cerai Bung Karno Dijual Rp 25 Miliar, Ternyata 3 Sosok Penting Ini Jadi Saksi Perpisahan Sang Proklamator dengan Inggit Garnasih

Kompas.com via Tribun Timur
Kompas.com via Tribun Timur

Bukan Hanya Mau Diracun Tikus, Soeharto Juga Dikirimi Barang yang Jadi Isyarat Bakal Meletusnya G30S/PKI

Mendengar cerita itu, Soeharto bergegas mengenakan pakaian loreng lengkap, bersenjata pistol, pet dan sepatu.

Sebelum berangkat ke markasnya Soeharto berpesan kepada Soedjiman, "Segera kembali saja lah dan laporkan kepada Pak Umar saya akan cepat datang ke Kostrad dan untuk sementara mengambil pimpinan Komando Angkatan Darat."

Tak lama kemudian Soeharto terlihat berjalan menuju Jeep Toyota, kendaraan dinasnya.

Baca Juga: Ditetapkan Sebagai Dasar Negara, Inilah Arti dan Makna Penting Lambang Pancasila yang Menjadi Pandangan Hidup Warga Indonesia

Tanpa seorang pengawal, Soeharto tancap gas menuju markas Kostrad di Jl Merdeka Timur.

Di sisi lain, Bu Tien masih menjaga anak kesayangannya Tommy di RSPAD.

Sementara suasana di RSPAD terlihat agak berbeda dari hari biasanya.

Baca Juga: Cuma Jadi ART di Singapura, Wanita Nganjuk Ini Sukses Bikin Miliuner Negeri Singa Kalah di Pengadilan Hingga Mundur dari Jabatan Menterengnya

dok. Tribun Kaltim
dok. Tribun Kaltim

Pasukan Cakrabirawa yang mengawal Presiden Soekarno

Tak lama kemudian Ibu Tien baru mengetahui kalau semalam telah terjadi penculikan terhadap jenderal-jenderal yang dilakukan pasukan Cakrabirawa.

"Mendengar berita ini saya jadi gelisah dan ingin pulang ke rumah dengan segera.

"Saya pamit pada dokter kepala rumah sakit, tapi beliau berkeberatan jika tidak ada izin dari Pak Harto.

Baca Juga: Terlilit Utang China, Australia Meradang Pengaruhnya Mulai Diambil Alih di Timor Leste, Tapi Enggan Bantu Rakyat Bumi Lorosae

"Saya bilang tidak usah menunggu perintah. Pokoknya saya mau pulang," kenang Ibu Tien.

Hingga 1 Oktober sore, Soeharto belum memberikan kabar kepada istrinya apa yang sesungguhnya terjadi di Jakarta.

Sementara detik demi detik, pikiran Ibu Tien semakin gelisah.

Baca Juga: Berkali-kali Ditelikung Guru Politiknya, Tokoh Oposisi Ini Akhirnya Bisa Tuntaskan Ambisinya: Jadi Penguasa Baru Lewat Manuver yang Tak Disangka

"Maka saya nekad saja untuk pulang karena saya gelisah dan tidak betah lebih lama di rumah sakit.

"Saya pikir, nanti kalau terjadi hal-hal yang lebih gawat anak-anak di rumah, saya di RS, nanti saya tidak bisa berbuat apa-apa."

Hari itu juga, Ibu Tien membawa Tommy pulang ke rumahnya diantar Probosutedjo dan ajudan Soeharto bernama Wahyudi.

Baca Juga: Putri Soekarno Sindir Deklarasi KAMI Batu Loncatan Buat Jadi Presiden, Gatot Nurmantyo: Apa Pun yang Menentang, Itu Peringatan Allah

Mengatisipasi keselamatan istri Pangkostrad, Probosutedjo meminta izin kepada Bu Tien untuk membawa senjata.

"Saya minta permisi pada ibu apakah boleh senjata-senjata yang ada di rumah, kita bagi pada Ibnu Hardjanto dan Ibnu Hardjojo. Ibu setuju. Saya sendiri pegang dua jenis senjata," kenang Probosutedjo.

Sesampainya di rumah, Bu Tien tak melihat suami tercintanya. Kabarnya, Soeharto masih berada di markas Kostrad.

Sementara Soeharto sendiri hanya memberikan amanat untuk disampaikan kepada istrinya, agar segera mengungsikan anak-anaknya ke rumah ajudannya di Kebayoran Baru.

Mendapat amanah itu, Bu Tien semakin penasaran. Ia tanya kepada ajudan senior Pangkostrad Bob Sudijo yang ikut mempersiapkan pengungsian.

Baca Juga: Tentara Korea Utara Main Habisi Nyawa Pejabat Korsel dengan Brutal, Kim Jong Un Akhirnya Mau Lakukan Hal Ini Ke Tetangganya yang Terlanjur Sakit Hati

"Ini rahasia Bu," jawab Bob.

Karena Bob dianggap tidak mau terbuka, Probosutedjo sempat ngamuk.

"Bob kamu jangan begitu. Kalau terjadi apa-apa pada Bapak yang akan menderita dan kehilangan adalah istrinya dan semua keluarga termasuk saya," jelas Probo.

Akhirnya Bob buka kartu bahwa Soeharto saat ini berada di markas Kostrad.

Setelah itu, keluarga Soeharto boyongan ke Kebayoran Baru.

Sedangkan Probosutedjo tidak ikut. Selama sehari semalam berada di rumah ajudannya, Ibu Tien mendadak mendapat kabar yang mengelisahkan hatinya.

Baca Juga: Berbulan-bulan Kerja di Malaysia Tak Dibayar, Tukang Bangunan Ini Nekat Jalan Kaki Terobos Hutan Krayan, Selamat Karena Makan Garam dan Micin

"Waktu saya di pengungsian, tiba berita dan diberitahukan kepada saya bahwa ada seorang anak perempuan sedang mencari ayahnya yang bernama Soeharto. Ia sedang menunggu di rumah Chaerul Saleh," tuturnya.

Seketika itu juga Bu Tien angkat kaki menuju ke rumah Chaerul Saleh.

Mengenakan jaket tentara dan dikawal ajudannya, ia berangkat dari Kebayoran Baru menuju ke Jalan Teuku Umar.(Putra Dewangga Candra Seta)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma