Belum Cukup 3 Kebijakan Jokowi yang Picu Kontroversi, Pakar UI Sebut Akhir Pandemi Dipastikan Molor dari Bulan Juni Jika Pemerintah Nekat Lakukan Hal Ini

Rabu, 13 Mei 2020 | 13:52
Surya.co.id

(ilustrasi) Petugas sedang mendata pelanggar PSBB yang masuk Kota Surabaya melalui Bundaran Waru, Sabtu (2/5/2020). Tak lama lagi PSBB juga akan diterapkan di Malang Raya.

Fotokita.net - Pandemi corona mengakibatkan perubahan sejumlah aktivitas bisnis maupun transportasi.

Akibatnya, pemerintah menerapkan syarat dan ketentuan dari kegiatan transportasi guna menekan dan mencegah penyebaran virus corona.

Namun, seiring berjalannya waktu, setelah aturan lama tersebut berlaku, pemerintah justru memberlakukan aturan berbeda dari yang sejak awal telah disepakati.

Baca Juga: Baru Kelar Urusi Covid-19 di Negaranya, Tiongkok Kembali Petantang Petenteng di Laut China Selatan: Larang Tetangganya Tangkap Ikan Hingga Bikin Geram Dua Negara Ini

Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) berdampak efektif terhadap penurunan jumlah kasus positif Covid-19 di beberapa wilayah di Indonesia.

Berkaitan dengan PSBB, pada Selasa (12/5/2020), Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menyebutkan, Presiden Joko Widodo sudah memerintahkan untuk membuat simulasi terkait pelonggaran PSBB.

"Bapak Presiden telah berikan instruksi kepada Gugus Tugas untuk menyiapkan suatu simulasi agar apabila kita melakukan langkah-langkah pelonggaran (PSBB), maka tahapan-tahapannya harus jelas," kata Doni dalam video conference, Selasa (12/5/2020).

Tahapan pertama yakni prakondisi atau sosialisasi. Nantinya, pemerintah akan melibatkan akademis, epidemiolog, kesehatan masyatakat, sosiolog, serta pakar komunikasi publik untuk melakukan sebuah kajian.

Kedua, yaitu kapan waktu yang tepat pelonggaran PSBB diterapkan. Itu bergantung pada empat kriteria.

Kendati demikian, pakar epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menyampaikan agar pemerintah tidak terburu-buru melakukan pelonggaran atau pelepasan PSBB, bahkan hingga Juni nanti.

Baca Juga: Usai Setujui 3 Kebijakan yang Picu Kontroversi di Tengah Pandemi, Kini Jokowi Berikan Pil Pahit Rakyat Indonesia: Iuran BPJS Kesehatan Batal Turun

Pandu berkata, kita memandang pandemi ini seperti siap untuk berlari maraton. Dia mengingatkan, jangan berharap pandemi corona selesai pada Juni.

TMC Polda Metro

Pelanggar PSBB akan diberikan sanksi atau denda berdasaran Pergub

"Jangan mengharap Juni itu akan tuntas. Jangan ngimpi deh, enggak mungkin. Mungkin kita harus menunggu lebih lama, mungkin," kata dia.

Terkait pelepasan PSBB masih menjadi perbincangan atau diskusi oleh para ahli. Menurut Pandu, pemerintah pun sudah mulai membicarakan kemungkinan pelonggaran PSBB setelah melihat PSBB di Jakarta dianggap sudah sukses menekan angka kasus positif Covid-19.

Pandu berkata, setelah pandemi Covid-19 benar-benar berakhir di Indonesia, kita pasti akan melakukan pelepasan PSBB kalau memang bisa. Namun, kapan hal itu terjadi tidak ada yang tahu.

"Terus terang jangan terlalu cepat dulu (melepaskan PSBB). Enggak bisa. Belum waktunya. Kita harus bisa menyiapkan indikator yang jelas dan meyakinkan. Kalau tidak, itu akan terjadi peningkatan kasus lagi, jadi seperti turun, tapi naik lagi (jumlah kasus konfirmasi Covid-19)," ujar Pandu dalam diskusi daring bertajuk "Mobilitas Penduduk dan Covid-19: Implikasi Sosial, Ekonomi dan Politik" pada Senin (4/5/2020).

Baca Juga: Sehabis Gontok-gontokan di Depan Jokowi, Anies Baswedan Tanpa Tedeng Aling-aling Bongkar Aib Menteri Kesehatan di Media Asing

Jika peningkatan kasus kembali terjadi di berbagai wilayah, termasuk yang saat ini sudah mulai menurun, itu akan membuat Indonesia tidak bisa menyelesaikan sampai tuntas pandemi Covid-19.

"Kita harus selesaikan secara betul dulu (pandemi Covid-19 di Indonesia) ini," tegas dia.

@dishubsurabaya

Surabaya Raya perpanjang PSBB dari 11/5/2020-25/5/2020.

Jika pandemi Covid-19 ini selesai hingga tuntas, kata dia, maka kita dapat mencegah kenaikan atau kemungkinan ditemukannya lagi infeksi baru secara masif atau signifikan. Jadi, pelepasan atau pelonggaran PSBB dilakukan saat pandemi corona di Indonesia rampung.

Bukan ketika kasus Covid-19 di suatu daerah dirasa menurun. Saat itu terjadi, pembatasan sosial bisa dilepaskan, tetapi aktivitas di luar rumah juga tetap harus bisa dikontrol.

Kegiatan belajar mengajar bisa kembali hadir ke sekolah, juga aktivitas bekerja dan lain sebagainya bisa berjalan biasa.

Baca Juga: Persunting Anak Jenderal Sehabis Kisah Cintanya dengan Artis Cantik Kandas, Mantan Pebulutangkis Nomor Satu Dunia Ini Mendadak Beberkan Cara Korupsi di Kemenpora: Omong Kosong Semua!

"Tapi, kita juga belum tahu kapan. Anggap saja Juli sudah bisa (beraktivitas di luar), tapi itu harapan. Tapi itu bukan selesai (pandemi Covid-19 di Indonesia), itu hanya fase mereda," ujar dia.

Apabila jumlah kasus di Indonesia ini mereda dan pembatasan sosial dilepas, restriksi dilonggarkan perlahan. Pandu berkata bahwa kita harus sudah siap dengan apa yang akan terjadi ke depan.

Menurut Pandu, kita belum bisa melakukan jika pelepasan PSBB selama pandemi ini belum tereliminasi secara tuntas, karena waspada adanya gelombang peningkatan kasus berikutnya.

Sebab, masih banyak celah yang memungkinkan pandemi kembali lagi, seperti yang terjadi dengan Singapura.

Di mana keadaan di Singapura pernah turun drastis kasus konfirmasi positif Covid-19 dan terlihat bagus. Tetapi mereka lupa ada pekerja migran di rumah susun yang waktu itu sudah lepas restriksinya dilonggarkan, hasilnya satu rumah susun itu sebagian besar terinfeksi virus corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.

"Kita juga melihat selama beberapa hari dan minggu ini kasus baru, akan banyak letusan-letusan kasus baru yang harus diwaspadai," ucap dia.

Baca Juga: Selain Denny Darko Terawang Tindakan Syahrini, Paranormal Kondang Ini Prediksi Nasib Sang Incess Sehabis Semua Aibnya Dibongkar Sama Laki-laki Bule: Ngeri, Ada Ujian Lagi!

Oleh sebab itu PSBB ini harus terus dijalankan, meskipun implementasinya bisa berbeda-beda atau tidak seketat seperti Jakarta dengan pembatasan sosial 70 persen.

Sedangkan, penerapan PSBB di daerah lain juga butuh dilakukan, tetapi dengan perketatan sekitar 50 persen atau tergantung bagaimana situasi kasus penularan di daerah tersebut.

Tidak ada yang tahu pasti kapan pandemi corona yang menyebar di seluruh dunia akan berhenti. Jika menurut perhitungan Pandu, mungkin butuh waktu dua tahun hingga pandemi ini benar-benar berakhir.

Oleh sebab itu, dia menegaskan bahwa kita semua tetap harus waspada. Hal yang bisa dilakukan adalah harus mengubah cara atau gaya hidup kita.

"Tidak ada cara untuk kembali, karena masa lalu kita itu banyak masalahnya. Banyak masalah yang membuat kita jadi terlena, kita harus ubah semua itu. Virus saja bermutasi terus, maka kita juga harus lebih berani berubah untuk mencegah dan siap menghadapi jenis infeksi virus jenis baru," jelasnya.

Baca Juga: Jokowi Minta Anak Buahnya Segera Lakukan Uji Terapi Plasma Darah, Ilmuwan Malah Temukan Fakta Menggembirakan Ini: Tanda Pandemi Bakal Berakhir?

Hal atau kebiasaan dalam hidup bersosialisasi dan berkaitan dengan aspek kesehatan, ekonomi bahkan psikologis yang dahulu dianggap normal dijalani, ternyata tidak siap menghadapi pandemi yang seperti ini.

Bersiap menuju Indonesia baru yang berbeda atau the new normal adalah hal terbaik yang bisa dilakukan setiap individu saat ini.

Sebab, tidak ada yang tahu seperti apa nantinya setiap individu masyarakat menjalani kehidupannya pasca pandemi ini berlalu dan akankah kegiatan berkerumun, berkumpul, pergi ke restoran, halal bihalal atau yang lainnya bisa terjalankan seperti dahulu pra-pandemi.

Selain itu, perlu mendorong inisiatif Pembatasan Sosial Berbasis Komunitas (Lokal) atau kelompok-kelompok kecil, yang lebih sustain karena setelah pandemi mereda, kewaspadaan harus terus terjaga.

"Karena tidak mungkin hanya fokus berskala besar lagi, jadi fokus ke (pembatasan sosial) skala kecil yang berpotensi jadi letusan baru (kasus Covid-19) jika tidak diantisipasi," kata dia.

Komunitas adalah garda terdepan yang selama ini dilupakan, PS Berbasis Komunitas lebih berdampak dan membangun solidaritas sosial dan gotong royong.

"Kembali ke norma-norma yang selama ini hilang. Kalau tidak, akan menjadi banyak krisis yang selama ini terjadi," tegasnya.

Baca Juga: Selain Denny Darko Terawang Tindakan Syahrini, Paranormal Kondang Ini Prediksi Nasib Sang Incess Sehabis Semua Aibnya Dibongkar Sama Laki-laki Bule: Ngeri, Ada Ujian Lagi!

Berikut rangkuman 3 kebijakan kontroversial pemerintah:

1. Ojek online tidak boleh bawa penumpang

Salah satu upaya pencegahan penularan virus corona yang diberlakukan pemerintah yakni Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Awalnya, PSBB diterapkan di Provinsi DKI Jakarta di mana wilayah ini memiliki jumlah kasus virus corona terbanyak di Indonesia.

Dampak diberlakukannya PSBB yakni adanya larangan kepada ojek online untuk mengangkut penumpang pada 10 April 2020.

Baca Juga: Disebut Jadi Kemajuan Besar dalam Pengobatan Covid-19, Jokowi Minta Para Anak Buahnya Segera Lakukan Hal Ini Demi Kesembuhan Pasien yang Masih Dirawat

Hal tersebut tertuang dalam Pasal 18 ayat 6 Pergub Nomor 33 Tahun 2020. Dalam pasal itu, angkutan roda dua berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang.

Kompas.com
Kompas.com

Ilustrasi driver ojek online. PSBB Surabaya melarang driver ojol membawa penumpang.

Sementara itu, pada 14 April 2020, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengizinkan ojek online untuk kembali mengangkut penumpang di wilayah yang menerapkan PSBB.

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 tentang pengendalian transportasi dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19.

Baca Juga: Banyak Negara Pusing Hadapi Corona, Negara Ini Justru Laporkan Tak Ada Kasus Berkat Minuman Rahasia yang Mencengangkan: Dikonsumsi Sejak Zaman Leluhur

2. Larangan mudik mulai 7 Mei 2020

Kemenhub juga menerapkan larangan mudik di tengah pandemi corona untuk masyarakat yang sudah ditetapkan sejak 24 April hingga 31 Mei 2020.

Adapun aturan ini berlaku untuk semua moda transporasi darat. Tak hanya itu, larangan ini juga berlaku sanksi bagi pelanggar, yakni sanksi berupa teguran dan memutar balikan kendaraan yang mencoba keluar dari wilayah PSBB layaknya Jabodetabek atau pidana dan denda sebesar Rp 100 juta.

Tidak berlangsung lama, aturan tersebut kemudian diubah dan direncanakan semua moda transportasi dapat kembali beroperasi pada 7 Mei 2020, namun dengan pembatasan kriteria.

Tribun Jateng/Hermawan Handaka
Tribun Jateng/Hermawan Handaka

Sanksi risiko bila tetap nekat mudik

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya mengungkapkan, kebijakan ini ditujukan agar perekonomian nasional tetap berjalan.

Tetapi, adanya kebijakan ini bukan berarti mencabut larangan mudik untuk masyarakat.

Baca Juga: Jokowi Bolehkan Warga Aktivitas Lagi, Inilah 6 Kabar Baik Lain di Tengah Pandemi: Salah Satunya Dana Bantuan 80 Juta Dolar Buat Indonesia

3. Pemerintah bolehkan warga berusia di bawah 45 tahun kembali beraktivitas

Kebijakan kontroversi lainnya yakni pemerintah membolehkan warganya yang berusia kurang dari 45 tahun untuk dapat beraktivitas kembali.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo melalui video conference pada Senin (11/5/2020).

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta segenap masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penularan virus corona salah satunya dengan mengurangi aktivitas di luar rumah.

Adapun aktivitas yang dimaksud yakni kerja dari rumah, belajar dari rumah, dan ibadah dari rumah.

YouTube/ BNPB Indonesia

Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah mewajibkan bagi perusahaan tetap membayarkan THR kepada pekerjanya

Menurut Jokowi, langkah ini perlu dilakukan agar penanganan Covid-19 dapat dilakukan lebih efektif.

Namun, hal ini berdampak pada sejumlah perusahaan yang merugi dan berimbas pada pemutusan hubungan kerja (PHK).

Merujuk data pemerintah yang telah diperbarui pada April lalu, sebanyak 1,94 juta pekerja terkena PHK atau dirumahkan karena perusahaan mereka terdampak Covid-19. (Kompas.com)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya