Fotokita.net - Ada banyak kejadian selama wabah Covid-19 berlangsung. Salah satu kejadian yang menyita perhatian publik adalah peristiwa penolakan warga sekitar pemakaman yang menolak jenazah usai meninggal dunia karena virus corona.
Peristiwa itu tak hanya sekali terjadi, tetapi banyak ditemui di sejumlah daerah.
Padahal sudah sering dijelaskan bahwa jenazah diurus sesuai SOP, sehingga virus tak akan hidup kembali.
Belum lagi jika memikirkan perasaan keluarga dari jenazah yang ditolak.
Seperti perawat di Semarang yang meninggal dunia karena covid-19 ini.

:quality(100)/photo/2020/04/18/3559110703.jpg)
Jenazah perawat yang positif covid-19 ramai ditolak warga sekitar pemakaman, suami almarhumah ungkap keinginan sederhana keluarganya.
Dalam acara Mata Najwa episode Rabu (15/4/2020) bertajuk 'Setop Stigma Covid-19' yang membahas mengenai sejumlah korban yang dicap negatif atas penyakit ini.
Salah satu narasumbernya adalah suami almarhumah Nuria Kurniasih, perawat yang ditolak jenazahnya oleh warga Desa Sewakul, Joko Wibowo.
Perawat Nuria meninggal dunia pada Kamis (94/2020).
Keluarga ingin memakamkan jenazah di desa Sewakul.
Namun sejumlah warga malah menolak keras jenazah perawat ini dimakamkan di TPU setempat.
Tentunya Joko dan keluarga merasa sedih melihat kenyataan ini.
Najwa Shihab
Belum lagi hingga istrinya meninggal, ia juga sudah lama tak bisa berjumpa dengan Nuria karena profesinya sebagai perawat.
"Saya tentunya sangat kecewa saat itu, bagaimana lagi sudah tidak ketemu istri sekian lama, memikirkan kondisinya," ungkapnya.
Perawat Nuria rencananya dimakamkan keluarga dekat dengan ayahnya.
Keluarga hanya ingin mendekatkan almarhumah dengan ayahnya yang sudah meninggal dunia lebih dulu.
"Itu sebenarnya inisiatif dari kami keluarga."
"Jadi memang kondisi istri saat itu sudah masuk ICU, dalam kondisi sesak."
"Ya saya juga tidak bisa ketemu, jadi intinya kami dari keluarga yang berinisiatif untuk mendekatkan kepada ayah tercintanya di pemakaman itu sebenarnya," cerita Joko.
Saat istri dinyatakan meninggal, Joko hanya ingin segera mengebumikannya.
"Saya rasanya perih, sudah habis rasanya perasaan ini, intinya hanya satu keinginan supaya istri itu cepat mendapatkan tempat (makam)."
Siapa sangka keinginan sederhana keluarga mereka malah ditentang warga sekitar.
Beberapa warga malah menghadang rombongan jenazah Nuria.
Namun Joko tak berhadapan langsung dengan warga yang menolak jenazah istrinya.
Tetapi dia dihubungi lewat telepon tentang kondisi saat itu.
Saat itu ayah tiga anak ini masih berada di jarak 500 meter dari TPU.
"Jadi secara langsung saya tidak tahu sebenarnya, hanya lewat telfon itu ada suara yang kacau jadi seperti ada protes warga," ungkapnya.
"Jadi memang dari Semarang itu sudah tiga kali dihentikan karena ada kabar bahwa ada sekelompok warga tidak ingin jenazah dimakamkan di situ," sambung Joko.
Pihak RSUP Kariadi Semarang sebenarnya sudah menyediakan makam untuk perawat Nuria.
Namun keluarga tak ingin jika makam Nuria jauh dari anak-anaknya.
"Dari awal sebenarnya saya sudah dikasih tempat pak direktur kami, direktur rumah sakit umum Dr Karyadi, dari awal beliau datang ke tempat istri di ruang forensik sudah berpesan," jelasnya sambil menirukan pesan direktur rumah sakit tersebut.
"Saya juga sangat bersyukur, intinya tapi memang kehendak dari kami dan keluarga."
"Ingin dekat ketika nanti anak-anak juga ingin menengok ibunya, mendoakan lebih dekat, namun ya kejadian seperti itu yang sampai sekarang pedih rasanya," ungkap Joko.
Joko tak hanya menelan pil pahit kehilangan istri tercinta untuk selamanya.
Ia juga harus berpisah dengan ketiga anaknya sampai ia dinyatakan negatif virus corona.
Diketahui Joko dan almarhumah Nuria memiliki tiga putri yang duduk di jenjang pendidikan 1 SMA, 5 SD, dan 3 SD.
"Kemudian saya sendiri juga tidak ketemu anak-anak sampai akhirnya saya dinyatakan negatif." ungkap Joko menceritakan ketiga anaknya.
Saat mendengar kisah pilu dari Joko, Najwa Shihab terlihat kerap menunduk sedih dengan mata yang berkaca-kaca.
Menjadi petugas pemakaman jenazah Covid-19 memang tidak mengenakkan. Tidak jarang, petugas ini harus menghadapi rintangan seperti penolakan warga hingga melewati medan yang sulit saat mengantar jenazah ke pemakaman.
Semisal yang dialami Dedy Darmady (35), salah satu petugas pemakaman jenazah Covid-19 Kota Padang, Sumatera Barat.
Dedy bersama tujuh orang lainnya, pada Jumat (17/4/2020) mendapat tugas mulia memakamkan satu jenazah Covid-19 asal Padang.
Namun, keluarganya meminta agar jenazah dibawa ke pemakaman keluarga di Koto Baru, Kabupaten Solok.
Petugas pengantar jenazah Covid-19 Kota Padang mengantarkan jenazah menyeberangi sungai ke pemakaman, Jumat (17/4/2020) lalu.
"Kebetulan keluarga korban meminta dimakamkan di kampung halamannya. Kita memiliki kewajiban untuk mengantarkannya," kata Dedy yang dihubungi Kompas.com, Minggu (19/4/2020). Keinginan keluarga korban Covid-19 tetap dituruti.
Dedy bersama rekannya membawa jenazah ke Koto Baru. Selama dua jam perjalanan dari Padang ke Koto Baru yang berjarak 53 kilometer, Dedy dan teman-temannya terus mengenakan alat pelindung diri (APD).
"Kita pakai APD lengkap untuk mengantisipasinya. Kemudian saya juga berdoa sebelum bertugas," kata Dedy.
Perjalanan juga tidak sepenuhnya menggunakan mobil. Di tengah jalan, jenazah harus diangkat ke perahu karet untuk menyeberangi sungai.
Momen Dedy dan rekan-rekannya menyeberangi sungai untuk membawa jenazah ke pemakaman kemudian viral di media sosial.
Aksi Dedy dan kawan-kawan diapresiasi warganet. Dedy mengatakan demi tugas mulia itu, rasa takutnya dihilangkan.
Baginya itu adalah tugas dan adalah kewajibannya untuk menjalankan.
Ketika mendapat tugas menjadi tenaga pemakaman jenazah Covid-19, Dedy sempat memikirkan bahaya yang akan dihadapinya.
"Tiba di rumah diceritakan ke istri, istri sempat syok. Namun setelah diberi penjelasan, istri akhirnya memakluminya," jelas Dedy yang bekerja di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Padang.
Setiap kali usai melakukan pemakaman jenazah, Dedy selalu membakar APD-nya. Dia juga mandi sebelum pulang ke rumah.
"Ini saya lakukan sebagai antisipasi agar tidak tertular. Saya selalu berdoa agar diberi kesehatan," kata Dedy.
Sedangkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Padang, Mairizon menyebutkan sengaja membentuk tim pengantar dan pemakaman jenazah Covid-19 Kota Padang.
Tim tersebut berisikan delapan orang pegawai DLH. "Ini instruksi Pak Wali Kota Mahyeldi untuk membentuk tim karena ini merupakan kewajiban Pemkot Padang," kata Mairizon.
Mairizon mengatakan, tidak jarang ada permintaan keluarga untuk dimakamkan di kampung halaman yang jaraknya cukup jauh.
"Tetap kita antar dan makamkan di ke luar daerah jika seandainya keluarga memintanya," kata Mairizon.
Tercatat selain ke Kabupaten Solok, juga pernah tim ini mengantar dan memakamkan ke Pasaman yang berjarak lebih dari 185 kilometer dari Kota Padang.
"Kita selalu ikut mengantarkan. Bahkan Pak Wali Kota Mahyeldi juga ikut mengantarkan ke luar daerah itu," kata Mairizon.
Untuk proses pengantaran dan pemakaman jenazah tersebut, keluarga korban tidak dipungut biaya.
"Termasuk juga jika ke luar daerah. Semuanya ditanggung Pemkot Padang," jelas Mairizon. (Tribun Mataram/Kompas.com)