Cobaan Bertubi-tubi Buat Bos Samsung Indonesia: Jualan Hapenya Mulai Enggak Laku, Kini Terima Kenyataan Investasinya Macet di Perusahaan BUMN Ini. Apa yang Terjadi?

Kamis, 05 Desember 2019 | 11:28
Muhammad Andika Adistra.

Perbandingan antara Oppo Reno2 dan Samsung Galaxy A80.

Fotokita.net- Bagi banyak perusahaan pembuat ponsel, Indonesia dianggap jadi salah satu pasar yang paling potensial.

Rasa penasaran dan tingkat kebutuhan yang tinggi membuat ponsel sangat laku di Indonesia.

Di antara ponsel-ponsel yang laku tersebut, merek apa yang paling laku?

Samsung selama ini rutin menjadi pabrikan smartphone nomor satu di Indonesia.

Namun, dalam laporan terbaru dari IDC, posisi vendor asal Korea Selatan itu telah digeser oleh pesaingnya.

Laporan lembaga riset pasar itu untuk kuartal-III 2019 menunjukkan bahwa Samsung turun ke posisi ketiga, disalip oleh Oppo dan Vivo sekaligus.

Ada yang berubah dalam pasar ponsel Indonesia. Jika selama ini Samsung dianggap sebagai pemimpin pasar alias merek yang paling laku, rupanya dominasi itu telah bergeser.

Dalam laporan terbaru, empat dari lima pabrikan ponsel terbesar juga diisi merek smartphone China.

Secara berurutan dari posisi teratas, Oppo meraih 26,2 persen, Vivo menguasai 22,8 persen, dan Samsung 19,4 persen.

Dua lainnya masih diduduki vendor asal China yakni Realme sebesar 12,6 persen dan Xiaomi sebesar 12,5 persen.

Baca Juga: Menilik Fitur Kamera vivo V17 Pro! Puaskan Hasrat Fotografer Kawakan Motret dengan Kondisi Minim Cahaya

Android Authority | Dok. HAI

Samsung Galaxy M30 dan M30s

Lembaga riset IDC baru saja merilis data merek ponsel terlaris di Indonesia untuk kuartal 3 atau Q3 tahun 2019, seperti dilansir dari Infokomputer.

Dalam daftar 5 besar yang dirilis, ternyata Oppo berhasil melengserkan dominasi Samsung di periode sebelumnya.

Di Indonesia Oppo meraih pangsa pasar sebesar 26,2 persen.

Baca Juga: Punya Banderol Rp 3 Jutaan, Fitur Kamera Hape Terbaru Samsung Boleh Kita Jajal. Hasil Foto-foto Tanpa Edit Ini Bikin Kita Takjub!

Kemungkinan besar jajaran ponsel kelas menengah merekalah yang jadi pemain utamanya.

Di bawah Oppo ada Vivo dengan pangsa pasar 22,8 persen.

Sama degan Oppo, sampai saat ini Vivo juga masih jadi pilihan utama masyarakat yang ingin mencari ponsel dengan harga menengah ke bawah.

way
way

Suasana Oppo Store di Central Park Mall

Samsung baru muncul di posisi ketiga dengan pangsa pasar 19,4 persen.

Hasil ini terbilang cukup buruk. Apalagi kalau dibandingkan dengan periode Q2 yang sanggup menembus 26,9 persen.

Padahal produk kelas menengah mereka dari seri bisa dibilang sangat laris di pasaran.

Di sisi lain, IDC menilai peluncuran varian baru dari seri A seperti Galaxy A50s, 30s, 20s, dan lainnya terlalu cepat.

Baca Juga: Punya Fitur Paling Canggih dan Resolusi Kamera Mumpuni, Ternyata Begini Alasan Kenapa Hape Baru Belum Tentu Laku di Pasar Kita

way
way

Samsung A20s hasil foto malam

Hal itu dianggap jadi salah satu penyebab anjloknya pangsa pasar Samsung di Indonesia.

Setelah Samsung ada Realme yang mampu mencatatkan pangsa pasar 12,6 persen.

Sudah tidak diragukan lagi kalau deretan ponsel 1-2 jutaan dari Realme memang banyak dipilih masyarakat.

Periode ini Realme berhasil menggusur Xiaomi ke posisi 5 dengan pangsa pasar 12,5 persen, selisih yang sangat tipis.

Laporan lain juga dirilis oleh Canalys. Tapi Canalys rupanya memiliki catatan yang sedikit berbeda.

Oppo tetap di puncak dengan 23 persen. Sementara di posisi kedua diisi oleh Xiaomi yang meraih pangsa pasar mencapai 22 persen.

Baca Juga: Tahun 2019 Belum Lagi Berakhir, Bocoran Hape 4 Kamera Rilisan 2020 Telah Beredar. Inilah Spesifikasinya...

Info Komputer

Data riset milik Canalys

Rupanya data dari kedua lembaga ini menunjukkan hasil yang berbeda.

Walaupun begitu, Canalys sama-sama mencatat Samsung ada di posisi ketiga dengan 21 persen pangsa pasar.

Baca Juga: Tak Mau Kalah dengan Kompetitor, Sony Siapkan Hape Berkamera 10x Zoom

Di bawahnya berturut-turut ada vivo dengan 17 persen dan Realme dengan 11 persen.

Hasil di kuartal ini dirasa cukup mengejutkan oleh beberapa pihak, terutama pecinta Samsung.

Tapi di sisi lain patut diakui juga kalau belakangan ini merek seperti Oppo, Vivo, Realme, dan Xiaomi semakin gencar menghadirkan jagoan terbaik mereka.

Jerat gagal bayar polis asuransi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) nyatanya tak hanya menimpa warga negara Indonesia.

Ratusan warga negara Korea Selatan, juga warga negara lain seperti warga negara Malaysia dan Belanda juga menjadi korban dari kasus gagal bayar polis asuransi pelat merah tersebut.

Mereka pun mengadu kepada Komisi VI DPR RI. Satu dari rombongan yang berjumlah 48 orang tersebut adalah Presiden Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Korea Selatan di Indonesia yang sekaligus menjabat sebagai VP Samsung Indonesia, Lee Kang Hyun.

Lee mengaku telah menjadi nasabah Jiwasraya sejak tahun 2017. Saat ini, dananya yang macet di perusahaan asuransi tersebut mencapai Rp 8,2 miliar.

Baca Juga: Berdiri Sewaktu Presiden Soeharto Berkuasa, BUMN Misterius Ini Bikin 2 Menteri Jokowi Cuma Bisa Melongo. Lantas, Kenapa Tiba-tiba Badan Usaha Negara Itu Jadi Sorotan?

"Semuanya total Rp 16 miliar. Yang Rp 8 miliar sudah dicairkan, nah yang Rp 8,2 miliar masih di Jiwasraya," ujar dia ketika ditemui wartawan sebelum melakukan audiensi dengan Komisi VI, Rabu (4/12/2019).

Selain dirinya, sebanyak 473 warga negara Korea Selatan menjadi korban dari kasus macetnya pembayaran polis asuransi Jiwasraya dengan total nilai dana yang terancam gagal bayar mencapai Rp 502 miliar.

Selain Lee, ada pula Kim Ki Pong. Kim di depan para anggota DPR menceritakan bagaimana dirinya hidup di Indonesia seorang diri dan tak bisa kembali ke negara asalnya.

Pasalnya, uang yang dia miliki telah ditabungkan di produk bancassurance Jiwasraya yang ditawarkan melalui KEB Hana Bank.

(Samsung Indonesia)
(Samsung Indonesia)

Kang-Hyun LEE, Vice President, Samsung Electronics Indonesia

Uang tersebut merupakan uang pensiun suaminya yang telah meninggal beberapa waktu lalu.

"Bagaimana uang saya? Tanggal 21 bulan ini anak saya menikah, saya mau ikut keluarga, saya mau ikut anak saya. Minta tolong supaya uang saya kembali karena saya juga butuh untuk biaya pengobatan orang tua. Saya hidup di sini sehari-hari perlu uang, kalau pulang harus biaya pesawat. Tolong saya mau pulang ke Korea," ujar dia.

Secara kronologis Lee menceritakan, warga negara Korea Selatan ditawarkan oleh pihak KEB Hana Bank produk bancassurance Jiwasraya sebagai produk deposito.

Baca Juga: Dibekali Kamera Paling Mumpuni, Tetap Saja Orang Indonesia Enggak Mau Beli Lagi HP Korea Sejuta Umat Ini. Nasibnya Sekarang Kalah Bersaing dengan Ponsel China

Pihak bank pun menyatakan keamanan dari produk Jiwasraya yang berada di bawah Kementerian BUMN.

"Karena biasanya orang Korea di sini waktu deposito biasanya ke bank Hanna atau Bank Woori. salah satunya. Automatically yang mengikuti program ini," ujar dia.

Lee mengatakan, warga Korea awalnya mengaku tak khawatir ketika Jiwasraya mengungkapkan gagal bayar polis pada 6 Oktober 2018.

Karena mereka merasa mungkin gagal bayar tersebut akan segera dibayarkan karena Jiwasraya merupakan perusahaan pelat merah. Hingga akhirnya satu tahun berlalu dan pembayaran polis dan pokok Jiwasraya masih belum ada kabar.

Bahkan, Lee mengaku telah mengunjungi Kementerian BUMN maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun, kedua regulator tersebut tak memberi keterangan apapun.

Baca Juga: Terbuang Sejak Awal Reformasi, Begini Cerita Megawati Selamatkan Ketua Umum Gerindra Itu dari Kondisi Tak Bernegara: 'Dia Juga Manusia Indonesia!'

"Walau korban-korban mengunjungi BUMN atau OJK mereka tidak pernah terima, tidak pernah jelaskan, jadi masalahnya sangat serius. Tapi antara masyarakat Korea yang kena korban ini mereka sebagian besar ibu-ibu karena orang Korea biasanya uang rumah dihandle istri," ujar dia.

"Mungkin uang anak sekolah, atau keperluan sehari-sehari walau dana besar atau kecil. Orang Korea khususnya ibu-ibu kalau suami selesai tugas (kembali ke Korea) tapi belum balik karena uang ini. Sampai ada yang meninggal suaminya tapu nggak bisa pulang ke Korea karena masalah ini," ujar dia.

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya