Pantas Saja Jokowi Restui Ahok Jadi Komisaris Utama Pertamina, Rupanya BPK Sudah Banyak Temukan Hal Janggal Ini Sejak Lama: Uang Negara Lenyap Tanpa Jejak?

Sabtu, 23 November 2019 | 14:01
Instagram/Soakti13

Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok atau BTP menerima pelukan dari warga Jakarta

Fotokita.net - PadaJumat (22/11/2019) seluruh mata publik tersorot kepada mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Maklum, pada hari itu,Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan, Ahok akan menjabat Komisaris Utama PT Pertamina.

"Insya Allah sudah putus dari beliau, Pak Basuki akan jadi Komut (Komisaris Utama) Pertamina," ujar Erick di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta."(Ahok) akan didampingi Pak Wamen (BUMN) Budi Sadikin jadi Wakil Komisaris Utama," lanjut dia.

Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok akan ditetapkan sebagai Komisaris Utama PT Pertaminapada Senin (25/11/2019) saat dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).

Sempat muncul pertanyaan, kenapa Ahok justru dipilih sebagai komisaris utama, bukannya lebih pas menjadi salah satu pejabat dalam jajaran direksi PT Pertamina?

Isu mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok akan menduduki jabatan di PT Pertamina memang sudah diketahui jawabannya.

Belakangan ini, muncul penolakan dari Serikat Pertamina terkait isu Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ramai diperbincangkan akan menjadi petinggi Pertamina. Ternyata Ahok menanggapi santai soal penolakan itu.

Baca Juga: Ayah Mantan Penyanyi Cilik Ini Unggah Foto Bareng Puput Nastiti Devi, Eh Warganet Malah Salfok Pada Penampilan Istri Ahok Itu"Hidupgueditolak melulu, kok, ha-ha-ha...," kata Ahok sebelum mengisi Workshop Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota di Hotel Grand Arkenso, Semarang, Rabu (20/11/2019) seperti dilansir detik.com.

Ia menjelaskan wajar ada penolakan sehingga, saat ditanya tanggapan soal penolakan, Ahok menjawab santai.

Instagram/Soakti13

Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok atau BTP saat berinteraksi dengan warga Jakarta

"Hidup ini tidak ada yang setuju 100 persen, Tuhan saja ada yangnentang,kok," lanjutnya.Namun Ahok dengan tegas mengatakan siap jika ternyata benar ditugasi sebagai petinggi Pertamina.

Baca Juga: Setelah 9 Bulan Menikah, Foto Pernikahan Ahok dan Puput Nastiti Devi Akhirnya Tersiar. Mengapa Keduanya Tampak Berbeda dalam Deretan Foto Itu?"Kalau ditunjuk dan diminta tugas, ya kita siap," tegasnya.

Instagram/Soakti13

Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok atau BTP saat bersama PNS DKI Jakarta

Untuk diketahui, kabar Ahok menjadi petinggi Pertamina mendapat penolakan dari Serikat Pekerja Pertamina yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu dan PA 212.

Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan, mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok akan menjabat Komisaris Utama PT Pertamina.

"Insya Allah sudah putus dari beliau, Pak Basuki akan jadi Komut (Komisaris Utama) Pertamina," ujar Erick di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (22/11/2019).

"(Ahok) akan didampingi Pak Wamen (BUMN) Budi Sadikin jadi Wakil Komisaris Utama," lanjut dia.

Baca Juga: Tahu Ada Penolakan Soal Tawaran Jabatan di Pertamina, Ahok Malah Santai Skak Mat Penentangnya dengan Komentar Menohok Ini

Selain masuknya Ahok dan Budi Sadikin, mantan Dirut PT Telkomsel Emma Sri Martini menjabat Direktur Keuangan PT Pertamina.

"Juga ada Direktur Keuangan (Pertamina) yang baru, Ibu Emma dari yang sebelumnya Dirut PT Telkomsel," lanjut Erick.

Rencana penunjukan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok untuk menjadi salah satu petinggi di perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) menuai pro dan kontra.

Ada yang menganggap Ahok tak pantas menjadi petinggi di salah satu perusahaan besar BUMN. Sebab, mantan Gubernur DKI Jakarta itu dianggap bukan sosok yang bersih.

(@hanifdhakiri)
(@hanifdhakiri)

Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjamu sarapan mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Hanif Dhakiri, Senin (18/11/2019).

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Tohir mengusulkan Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok menjadi Komisaris Utama (Komut). Usulan ini disetujui Presiden Joko Widodo (Jokowi).Lantas, kenapa Ahok tak diusulkan masuk ke jajaran direksi?Staf Khusus Menteri BUMN Bidang Komunikasi Publik Arya Sinulingga mengatakan, Erick mengusulkan Ahok menjadi Komut karena Ahok punya pengalaman yang baik dalam bidang pengawasan.

Baca Juga: Bongkar Kisah Kasihnya dengan Putri Konglomerat Indonesia yang Kini Jadi Staf Khusus Presiden, Sosok Penuh Tato Itu Marah Pada Satu Hal Ini. Cinta Bertepuk Sebelah Tangan?

"Karena Pak Ahok, beliau punya kemampuan pengawasan yang sangat baik. Makanya, diharapkan nanti Pak Ahok bisa melakukan pengawasan kepada teman-teman direksi untuk bisa mempercepat kinerja Pertamina," katanya di Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Jumat (22/11/2019) seperti dilansir dari detik.com.

Arya mengatakan, pemilihan Ahok sebagai anggota dewan komisaris sejalan dengan rencana Kementerian BUMN untuk memperkuat pengawasan."Pak Erick Thohir memang kencang untuk urusan komisaris di depan untuk menangani atau memperkuat komisaris. Nanti komisaris perannya sangat besar, Pak Ahok akan jadi ketua kelas Komisaris Pertamina," jelasnya.

Instagram/Soakti13

Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok atau BTP saat berinteraksi dengan warga Jakarta

Tambahnya, Ahok nantinya bertugas mengawasi kinerja Pertamina serta dalam hal efisiensi."Pengawasan, distribusi, efisiensi dan kilang juga penting, ada harapan kita bikin kilang Indonesia," jelasnya.

Berdasarkan Laporan Tahunan 2018 PT Pertamina (Persero), jajaran Dewan Komisaris, termasuk komisaris utama memiliki fungsi pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai Anggaran Dasar serta memberikan arahan kepada Direksi dalam menjalankan kepengurusan perusahaan.

Baca Juga: Kerap Bergaya Cuek Depan Kamera, Dara Ayu yang Baru Ditunjuk Jokowi Sebagai Staf Khusus Milenial Ini Rupanya Bukan Orang Sembarangan. Bapaknya Adalah Anak Singkong yang Jadi Orang Terkaya No 7 di Indonesia dalam Usia Muda

Instagram/Soakti13

Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok atau BTP

Secara terperinci pengawasan itu meliputi kebijakan pengelolaan perusahaan, pelaksanaan rencana jangka panjang, rencana kerja dan anggaran, ketentuan Anggaran Dasar dan keputusan RUPS, peraturan perundangan yang berlaku, dan memberikan saran kepada Direksi.

Selain itu, Dewan Komisaris juga bertugas memantau efektitivitas praktik Good Corporate Governance (GCG) yang diterapkan Perusahaan dan apabila dinilai perlu dapat dilakukan penyesuaian sesuai dengan kebutuhan Perusahaan.

Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II-2018 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan adanya potensi kerugian transaksi gas LNG oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Pertamina (Persero).

BPK juga menyatakan ada temuan permasalahan sistem pengendalian internal yang mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan.

Dalam IHPS Semester II/2018, disebutkan PT Pertamina (Persero) memiliki realisasi dan potensireturnkargo Liquefied Petroleum Gas (LPG) dari Kilang Liquefied Natural Gas (LNG) Badak kepada PT Pertamina (Persero), yang belum diperhitungkan sebagai penambah pendapatan LNG Muara Bakau.

Baca Juga: Disetujui Jokowi Sebagai Komisaris Utama, Ternyata Begini Alasan Ahok Tak Dipilih Sebagai Direksi di PT Pertamina

Nilai pengembalian ituminimal sebesar Rp592,56 miliar. Selain itu, ada pula potensi kerugian atas pembelian LPG yang tidak sesuai spesifikasi kebutuhan Kilang LNG Badak mengurangi pendapatan penjualan LNG ENI Muara Bakau maksimal sebesar Rp222,65 miliar.

Dikutip dari IHPS Semester II/2018, pelaksanaan pengelolaan kilang Liquefied Natural Gas (LNG) Badak terdapat permasalahan yakni belum adanya kesepakatan antara PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) dengan Kementerian Keuangan terkait pembebanan sewa pemanfaatan aset pada Kilang LNG Badak untuk menghasilkan LNG yang dijual kepada Western Buyer Extension (WBX) dan Nusantara Regas (NR). Dengan demikian,kepastian pembayaran biaya sewa pemanfaatan aset belum jelas.

Selain itu, belum terdapat pengaturan penetapan tarif sewa pemanfaatanpipelineBadak-Bontang oleh KKKS untuk mengalirkan natural gas ke sentra kompresi gas (SKG) domestik.

Kompas.com
Kompas.com

Ilustrasi SPBU Pertamina

Kehilangan potensi penerimaan atas pemanfaatan aset kilang LNG Badak antara lain disebabkan oleh tarif sewa pemanfaatan aset Kilang LNG Badak belum ditetapkan secara formal serta pengenaan tarif sewa berdasarkan volume penjualan tidak konsisten dengan metode perhitungan tarifnya.

BPK juga mempermasalahkan perencanaan dan proses Pertamina dalam pembelian LNG jangka panjang selama 20 tahun kepada Corpus Christi Liquefaction, LLC sebanyak 1,52 metric ton per annual (MTPA) tidak dilakukan secara memadai dan mitigasinya meningkatkan risiko finansial jangka panjang perusahaan.

Ada pula temuan terkait Permasalahan Utama Pengendalian Intern atas Pendapatan, Biaya, dan Investasi BUMN.

Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan PT Pertamina memperoleh kelebihan penerimaan sebesar Rp 234,82 miliar atas penjualan bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium di wilayah Jawa Madura Bali (Jamali).

Baca Juga: Bagian Muara Sungai di Karawang Sudah Mulai Terkena Dampak Minyak Mentah Pertamina yang Bocor. Lihat Foto-fotonya

MotorPlus/ Firman Hadi

SPBU Pertamina kawasan Kebon Jeruk Jakarta Barat.

Temuan tersebut dihasilkan dari audit yang dilakukan BPK terhadap pengelolaan subsidi yang terungkap dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2019.

Menurut BPK, kelebihan penerimaan tersebut terjadi akibat penjualan Premium di wilayah Jamali yang melebih harga eceran yang ditetapkan pemerintah.

Konsumen, menurut BPK, membayar harga BBM lebih tinggi Rp 100 per liter dari harga jual eceran yang ditetapkan.

"BPK telah merekomendasikan direksi Pertamina agar menyetorkan kelebihan penerimaan atas penjualan premium di wilayah Jamali," ujar dia di Jakarta, Selasa (18/9/2019), seperti dilansir dari katadata.co.id.

Auditor negara juga mencatatkan kekurangan bayar pemerintah kepada Pertamina atas penyaluran minyak tanah bersubsidi pada 2018 sebesar Rp 243,67 miliar (tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai/PPN) atau Rp 268,04 miliar (termasuk PPN).

Terkait hal tersebut lembaga audit tersebut meminta Pertamina berkoordinasi dengan menteri keuangan, menteri ESDM, dan menteri BUMN terkait kebijakan pengaturan kekurangan penerimaan dan penyaluran minyak tanah sesuai prosedur yang berlaku.

Pihak Katadata.co.id sudah berusaha menghubungi Direktur Keuangan Pertamina Pahala Mansury dan Juru Bicara Pertamina Fajriyah Usman guna mengkonfirmasi temuan BPK tersebut. Namun, hingga kini belum ada jawaban dari kedua pihak.

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya