Masih Ingat Kan Kecelakaan Tragis Lion Air JT 610? KNKT Akhirnya Ungkap Penyebab Pesawat Itu Jatuh ke Laut

Jumat, 25 Oktober 2019 | 17:47
(TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Ilustrasi petugas gabungan membawa kantong berisi puing pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di perai

Fotokita.net - Pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT610 tujuan Jakarta – Pangkal Pinang jatuh di Tanjung Pakis, Karawang, Jawa Barat pada 29 Oktober 2018. Tim SAR mengatakan pesawat jatuh sekitar 15 menit setelah terbang.

Akibatnya sekitar 189 penumpang dan awak kabin tewas dalam kejadian ini. Menurut konsultan penerbangan Belanda To70 dan Aviation Safety Network (ASN) yang berbasis di Belanda, mereka menyoroti kecelakaan Lion Air karena pesawat yang jatuh itu menggunakan pesawat baru, yaitu pesawat Boeing 737 MAX 8.

Sebelum jatuh, para penyelidik di Indonesia menemukan fakta bahwa pilot Lion Air JT 610 berusaha untuk menstabilkan posisi pesawat yang selalu naik-turun dengan sistem otomatis pesawat pada menit-menit awal sebelum jatuh.

Baca Juga: Foto-foto Penemuan CVR Lion Air JT 610 PK-LQP di Perairan Karawang

Kini Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) akhirnya mengungkap penyebab kecelakaan pesawat Lion Air PK-LQP LNI 610 (Boeing 737 MAX 8) yang jatuh di Perairan Tanjung Karawang 29 Oktober 2018 lalu.

kompas.com
kompas.com

Lion Air JT 610.

Kasubkom Penerbangan sekaligus investigator dalam kecelakaan Lion Air dengan nomor penerbangan PK-LQP Nurcahyo Utomo mengatakan, pihaknya telah menemukan 9 faktor utama yang menyebabkan pesawat jatuh.

Dia bilang, 9 faktor itu saling terkait sehingga apabila salah satunya bisa ditangani, mungkin kecelakaan setahun lalu tidak akan pernah terjadi.

"Jadi 9 hal yang kita temui adalah 9 hal yang terjadi hari itu. Mungkin kalau salah satunya bisa ditangani, mungkin kecelakaan itu tidak pernah terjadi. Itu saling terkait," kata Nurcahyo Utomo dalam konferensi pers laporan akhir kecelakaan pesawat udara di Jakarta, Jumat (25/10/2019).

Baca Juga: Mirip Kejadian Lion Air JT 610, Lihat Foto Lokasi Jatuh Pesawat Ethiopian Airlines yang Bikin Kita Terhenyak

Kompas.com

KNKT umumkan laporan awal jatuhnya Lion Air JT610 berdasarkan temuan dari kotak hitam.

Nurcahyo mengatakan, sejumlah pihak terkait seperti Boeing, Lion Air, DGCA, FAA, BAT, dan Collins Aerospace yang membuat sensor telah melakukan perbaikan. Bila dirinci, Lion Air telah melakukan perbaikan sebanyak 35 tindakan perbaikan, Boeing sebanyak 8 tindakan perbaikan, DGCA sebanyak 10 tindakan perbaikan, FAA sebanyak 17 tindakan perbaikan, BAT sebanyak 2 tindakan perbaikan, Collins Aerospace sebanyak 4 tindakan perbaikan, dan AirNav Indonesia sebanyak 2 tindakan perbaikan.

"Selain itu, diluar perbaikan kami juga telah memberikan beberapa rekomendasi untuk semua pihak yang terkait. Sebab KNKT melihat masih ada isu keselamatan yang harus diperbaiki," ucap dia.

Baca Juga: Berasal dari Jayawijaya Papua, Anak Suku Dani Ini Terpilih Sebagai Wakil Menteri yang Dapat Tugas Khusus dari Jokowi

Adapun 9 faktor yang telah ditemukan KNKT, yang saling berkaitan satu sama lain sehingga menyebabkan kecelakaan pesawat, yakni:

1. Asumsi terkait reaksi pilot yang dibuat pada saat proses desain dan sertifikasi pesawat Boeing 737-8 (MAX), meskipun sesuai dengan referensi yang ada ternyata tidak tepat.

2. Mengacu asumsi yang telah dibuat atas reaksi pilot dan kurang lengkapnya kajian terkait efek-efek yang dapat terjadi di cockpit, sensor tunggal yang diandalkan untuk MCAS dianggap cukup dan memenuhi ketentuan sertifikasi.

3. Desain MCAS yang mengandalkan satu sensor rentan terhadap kesalahan.

Tribunnews.com/Irwan Rismawan
Tribunnews.com/Irwan Rismawan

Identifikasi 64 Korban Lion Air JT 610 Resmi Dihentikan, Bagaimana Nasib Selanjutnya?

4. Pilot mengalami kesulitan melakukan respon yang tepat terhadap pergerakan MCAS yang tidak seharusnya karena tidak ada petunjuk dalam buku panduan dan pelatihan.

5. Indikator AOA DISAGREE tidak tersedia di pesawat Boeing 737-8 (MAX) PK-LQP, berakibat informasi ini tidak muncul pada saat penerbangan dengan penunjukan sudut AOA yang berbeda antara kiri dan kanan, sehingga perbedaan ini tidak dapat dicatatkan oleh pilot dan teknisi tidak dapat mengidentifikasi kerusakan AOA sensor.

6. AOA sensor pengganti mengalami kesalahan kalibrasi yang tidak terdeteksi pada saat perbaikan sebelumnya.

Baca Juga: Dulu Benci Setengah Mati, Sekarang Begini Perasaan Ketua Umum Relawan Projo yang Akan Kerja Sama dengan Prabowo di Kabinet Jokowi

7. Investigasi tidak dapat menentukan pengujian AOA sensor setelah terpasang pada pesawat yang mengalami kecelakaan dilakukan dengan benar, sehingga kesalahan kalibrasi tidak terdeteksi.

8. Informasi mengenai stick shaker dan penggunaan prosedur non-normal Runaway Stabilizer pada penerbangan sebelumnya tidak tercatat pada buku catatan penerbangan dan perawatan pesawat mengakibatkan baik pilot maupun teknisi tidak dapat mengambil tindakan yang tepat.

9. Beberapa peringatan, berulangnya aktifasi MCAS dan padatnya komunikasi dengan ATC tidak terkelola dengan efektif. Hal ini diakibatkan oleh situasi-kondisi yang sulit dan kemampuan mengendalikan pesawat, pelaksanaan prosedur non-normal, dan komunikasi antar pilot, berdampak pada ketidak-efektifan koordinasi antar pilot dan pengelolaan beban kerja. Kondisi ini telah teridentifikasi pada saat pelatihan dan muncul kembali pada penerbangan ini.

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya