Sedikitnya Tiga Demonstran Meninggal, Puluhan Luka-luka, Intimidasi Wartawan, Mengapa Polisi Abaikan Perintah Jokowi Hingga Bertindak Keras dalam Aksi Mahasiswa Kali Ini?

Jumat, 27 September 2019 | 14:44
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pelajar melakukan Aksi Tolak RUKHP di Belakang Gedung DPR/MPR, Palmerah, Jakarta Barat, Rabu (25/9/2019).

Fotokita.net - Sejumlah video yang beredar di media sosial, tampak jelas polisi melayangkan pukulan, tendangan dan benda tumpul ke arah demonstran yang sudah tidak berdaya.

Di Jakarta, sekitar 90 demonstran dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP). Sebanyak 3 di antaranya mengalami luka serius pada bagian kepala sehingga membutuhkan perawatan intensif lebih lama dibandingkan yang lainnya.

Di daerah, kondisinya nyaris serupa. Demonstrasi awalnya berujung damai, namun ujung-ujungnya bentrok dengan aparat.

Baca Juga: Saat Demo Ricuh, Pasukan Marinir Turun Lapangan. Foto dan Video Damai Mereka dengan Massa Mahasiswa Ingatkan Kita Pada Aksi 1998

Kekerasan yang dilakukan polisi terhadap demonstran penolak RKUHP dan UU KPK hasil revisi, Selasa (24/9/2019) dan Rabu (25/9/2019) di penjuru Indonesia, jadi sorotan.

Di Kendari, Sulawesi Tenggara, dua mahasiswa tewas.

Mahasiswa Ditembak Mati Saat Demo Tolak RUU KUHP di Kendari, Keluarga: Kami Ingin Tanggung Jawab Kepolisian!

Pertama, seorang mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Halu Oleo Kendari bernama Immawan Randi (21) dinyatakan meninggal karena mengalami luka tembak di dada sebelah kanannya.

Polisi membantah peluru yang bersarang di tubuh mahasiswa malang tersebut adalah milik aparat. Sebab, polisi yang menangani demonstran tidak dibekali peluru apapun. Bahkan termasuk peluru karet.

Menyusul Randi, mahasiswa Muhammad Yusuf Kardawi (19), mahasiswa teknik sipil Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, juga meninggal dunia, Jumat (27/9/2019). Yusuf meninggal diakibatkan luka benturan tak beraturan di kepalanya. Terdapat sekitar lima luka dengan panjang sekitar 4 sampai 5 sentimeter di kepala Yusuf.

Baca Juga: Diduga Transfer Uang Donasi Publik untuk Aksi Mahasiswa, Begini Kisah Cucu Ahli Bahasa JS Badudu yang Ditangkap Polisi

Kompas.com/Kiki Andi Pati
Kompas.com/Kiki Andi Pati

Kakak Randy histeris saat tahu adiknya tewas ditembak saat demo pada Kamis (26/9/2019) kemarin.

Ketiga, seorang demonstran yang belum diketahui identitasnya meninggal dunia di bilangan Slipi, Jakarta Barat, tepatnya pada Rabu (25/9/2019) malam. Polisi menyebut, demonstran itu meninggal dunia akibat kekurangan oksigen. Bukan akibat tindak kekerasan aparat.

Bahkan, tidak hanya demonstran, para jurnalis juga menjadi korban intimidasi hingga kekerasan yang dilakukan aparat di tengah meliput.

Dikritik

Kekerasan yang dilakukan polisi itu pun menuai kritik dari berbagai pihak. Salah satu kritik dilontarkan Amnesty International Indonesia.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyayangkan perilaku aparat yang masih menggunakan kekerasan. Padahal, demonstrasi mahasiswa adalah sebuah peristiwa bersejarah.

"Itu adalah salah satu hari paling bersejarah gerakan mahasiswa Indonesia dalam 20 tahun terakhir sejak 1998," kata Usman ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (25/9/2019).

Baca Juga: Usia Sudah Lewat Setengah Abad, Dokter Ini Sukarela Layani Warga di Pelosok Papua. Sayang, Kisahnya Berakhir Tragis dalam Kerusuhan Wamena

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Para pelajar setingkat sekolah menengah atas bersitegang dengan pihak kepolisian saat hendak masuk ke Kompleks Parlemen, Jakarta, melalui pintu belakang, Rabu (25/9/2019).

"Namun sayang perlakuan aparat keamanan masih belum berubah secara berarti dengan banyaknya korban yang terluka akibat kekerasan maupun penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh kepolisian," lanjut dia.

Amnesty pun mendesak Presiden Joko Widodo menginstruksikan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian untuk menginvestigasi kekerasan tersebut. Kemudian, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) juga mendesak polisi untuk berhenti menggunakan kekerasan terhadap mahasiswa peserta aksi demonstrasi.

Menurut Kontras, cara-cara demikian justru mengundang kemarahan mahasiswa dan masyarakat.

Baca Juga: Tuntutan Memang Didengarkan, Tapi Mahasiswa Alpa DPR Terlanjur Sahkan Dua Undang-undang yang Dinilai Rugikan Rakyat, Terutama Petani

"Hentikan cara-cara lama yang arogan dan kekerasan terhadap mahasiswa. Itu hanya mengundang kemarahan mahasiswa dan masyarakat," kata Koordinator Kontras Yati Andriyani melalui keterangan tertulis, Rabu (25/9/2019).

KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pelajar melakukan Aksi Tolak RUKHP di Belakang Gedung DPR/MPR, Palmerah, Jakarta Barat, Rabu (25/9/2019).

Dalih Polisi

Berbagai pihak seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga mendesak Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian untuk menginvestigasi kekerasan tersebut.

Namun, Tito bergeming. Saat konferensi pers di kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam), ia tidak secara khusus membicarakan soal kekerasan yang dilakukan personelnya.

Saat konferensi pers, Tito memastikan, tidak ada mahasiswa atau pelajar yang meninggal dunia dalam kerusuhan di sekitar Gedung DPR/MPR RI, Selasa (24/9/2019) dan Rabu (25/9/2019).

Baca Juga: Usai Massa Demo Bergeser dari Tempat Rusuh, Puluhan Mahasiswa Malang Tak Buru-buru Langsung Pergi. Mereka Malah Gelar Aksi yang Bikin Kita Terharu

Kompas Nasional
FERGANATA INDRA RIATMOKO

Massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak mengikuti aksi unjuk rasa Gejayan Memanggil di Pertigaan Gejayan, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (23//9/2019). Aksi unjuk rasa itu antara lain untuk mendesak Pemerintah melakukan pembahasan ulang terhadap pasal-pasal yang bermasalah dalam Rancangan Ki

"Tidak ada pelajar atau mahasiswa yang saya ketahui yang meninggal dunia dalam bentrok atau demo damai di sekitar DPR," ujar Tito dalam konferensi pers, Kamis (26/9/2019).

Kemudian, ia juga membicarakan mengenai jumlah orang yang ditangkap terkait demo, serta dugaan bahwa demo tersebut ditunggangi oleh kelompok tertentu.

Namun, ditemui terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo menegaskan bahwa aparat yang terbukti melawan hukum akan ditindak sesuai aturan.

"Yang terlibat dan terbukti melakukan tindakan melawan hukum, berlaku equal, baik aparat, apalagi perusuh, semua diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Sudah itu saja," kata Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis.

Baca Juga: Bikin Gaduh Warga Twitter, Apakah Ananda Badudu Ditangkap Polisi Gara-gara Kumpulkan Uang Buat Aksi Mahasiswa? Begini Sosok Cucu Ahli Bahasa Kita Itu

KOMPAS.com
KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO

Polisi berjaga saat sejumlah pelajar terlibat kerusuhan di kawasan Palmerah, Jakarta, Rabu (25/9/2019). Mereka membakar sejumlah sepeda motor di depan pos polisi Palmerah.

Komentar Jokowi

Presiden Joko Widodo, dalam pernyataan pers di Kompleks Istana Presiden, Jumat (27/9/2019), mengatakan, ia sudah menekankan kepada Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian untuk menangani demonstran dengan tidak menggunakan cara-cara represif. Kapolri pun sudah berkomitmen dengan instruksi tersebut.

Namun rupanya Presiden masih mendengar informasi bahwa ada personel polisi melakukan tindakan kekerasan terhadap demonstran, beberapa hari terakhir.

"Saya sejak awal (memerintahkan Polri tidak menggunakan cara represif). Kemarin saya ulangi juga kepada Kapolri agar jajarannya tidak bertindak represif," ujar Jokowi.

Baca Juga: Berbeda dengan Demo Era Fahri Hamzah, Aksi Mahasiswa Kekinian Sampaikan Kritik Lewat Gaya Kocak. Begini Potret Generasi Bucin Protes Kepada Mereka yang Lalim!

ANTARA FOTO
ANTARA FOTO/INDRIANTO EKO SUWARS

Mahasiswa dari berbagai elemen melakukan unjuk rasa di depan Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019). Demo mahasiswa yang berlangsung di depan Gedung DPR sejak tadi pagi berakhir ricuh, suasana tidak kondusif terjadi sejak sore hingga malam hari.

"Dan yang disampaikan oleh Kapolri kepada saya, tidak ada perintah apapun dalam rangka demo ini, membawa senjata," lanjut dia. Atas kekerasan polisi terhadap demonstran yang terjadi di penjuru daerah, Presiden pun sudah meminta Kapolri melakukan investigasi internal. "Jadi akan ada investigasi lebih lanjut," ujar Jokowi.

Ketika ditanya apakah artinya Kapolri mengabaikan instruksinya, Presiden mengakui, pengelolaan personel memang hal yang sulit. Apalagi dalam jumlah besar. "Ini kan menyangkut ribuan personel, ribuan personel yang ada di seluruh Tanah Air," ujar Jokowi. (Devina Halim/Kompas.com)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya