Kata Dokter Ahli Tangani Gigitan Ular Berbisa dengan Isap Darah Bagian yang Digigit Cuma Mitos dalam Film. Inilah Penjelasannya!

Sabtu, 24 Agustus 2019 | 07:23
Instagram @net2netcomm

Iskandar saat bermain dengan ular

Fotokita.net -Dokter dan ahli gigitan ular dari RS Daha Husada Kediri, Jawa Timur, Tri Maharani mengatakan bahwa upaya mengisap darah dari bagian yang digigit ular weling adalah kesalahan besar.

"Bisa ular weling tidak menyebar lewat darah meskipun saat digigit darah kita keluar. Bisa menyebar lewat getah bening," ungkap Tri. Karenanya, Tri menegaskan bahwa upaya mengisap darah tidak akan mengeluarkan bisa ular yang telah masuk sedikit pun.

Dia mengungkapkan, keberhasilan penanganan gigitan ular yang beredar di media sosial hingga film dengan cara mengisap darah adalah mitos.

Baca Juga: Bikin Terkejut Dunia, Fotografer Ini Abadikan Momen Mengerikan Saat Ular Terbesar Australia Lahap Buaya Air Tawar

"Sama seperti ada orang yang bilang pakai bawang untuk obati gigitan ular, atau pakai micin untuk obati. Itu semua mitos," jelasnya, Jumat (23/8/2019).

Facebook Yuni Rusmini

Ular Weling

Satpam di Serpong tewas setelah digigit ular weling (Bungarus candidus). Kasus ini adalah kejadian ke-40 kematian akibat gigitan ular pada tahun 2019. Satpam mulanya berusaha menangkap ular weling atas laporan warga dengan modal sapu.

Di tengah upaya menangkap, jari kelingking sang satpam tergigit. Satpam tetap menangkap ular dan memainkannya. Selang 30 menit, tepatnya pada Selasa (21/8/2019) pukul 19.30, Iskandar sang satpam mulai lemas. Meski sempat dibawa ke rumah sakit, dia akhirnya meninggal.

Musliman, komandan sekuriti Cluster Michelia Gading Serpong, mengatakan bahwa Iskandar sempat mengisap darah dari bagian yang digigit ular.Namun ternyata nyawanya tak tertolong.

Baca Juga: Ular Mematikan asal Australia yang Ditemukan di Papua Ini Renggut Nyawa Anggota Brimob dengan Bisa yang Menyebar Lewat Kelenjar Getah Bening!

Instagram @net2netcomm
Instagram @net2netcomm

Seorang petugas keamanan atau satpam sebuah perumahan di Gading Serpong bernama Iskandar meninggal dunia usai terkena gigitan seekor ular.

Pakar reptil dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Amir Hamidy mengungkapkan, Iskandar sebenarnya memiliki kesempatan besar untuk sintas. "Pertama karena kita tahu pasti jenis ular yang menggigit. Ular weling. Itu sudah ada antivenom-nya," ungkap Amir.

Salah satu tantangan terbesar dalam penanganan gigitan ular adalah identifikasi jenis yang menggigit. Pasalnya, kerap kali ular langsung lari setelah menggigit.

Baca Juga: Jadi Penghuni Kebun Binatang, Ular Sanca Batik Ini Bakal Bakal Pecahkan Rekor Dunia. Lihat Foto Penampakannya!

"Dalam kasus satpam itu, karena satpamnya juga sempat memegang ularnya, kita sudah tahu pasti. Jadi akan memudahkan penanganan sebenarnya," ungkapnya. Kematian Iskandar merupakan cermin kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang penanganan pertama korban gigitan ular.

IG : info.netijen
IG : info.netijen

Video detik-detik saat satpam perumahan digigit ular.

Korban harusnya berusaha bergerak sesedikit mungkin alias diimobilisasi dan dibawa ke rumah sakit setelah mengalami gigitan. Tindakan menangkap ular dan memainkannya turut berkontribusi pada kegagalan penanganan.

"Bisa dibayangkan gerakan sangat aktif saat menangkap dan memainkan ular. Itu mempercepat penyebaran bisa," kata Amir.

Tri menuturkan bahwa meskipun antibisa ular tidak tersedia, Iskandar sebenarnya tetap berpotensi besar untuk selamat.

Baca Juga: Foto-foto Bencana Akibat Ulah Manusia di Bumi Bikin Kita Menangis. Apakah Kita Sudah Harus Pindah ke Planet Mars?

"Kita tidak selalu membutuhkan antibisa ular. Bisa ular dapoat dilokalisasi dengan imobilisasi selama 24-48 jam," kata Tri.

Kasus gigitan ular, kata Tri, membutuhkan perhatian. Jumlah kasusnya hingga 135.000 per tahun, bersaing dengan HIV/AIDS dan kanker.

"Ïni tandanya gigitan ular ini adalah penyakit yang harus diberi perhatian," katanya. "Perlu edukasi tentang penanganan pertama yang tepat di sekolah, masyarakat, dan rumah sakit." (Yunanto Wiji Utomo/Kompas.com)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Sumber : Kompas.com

Baca Lainnya